Tidak
sengaja berselancar di internet mengenai berita Papua, penulis temukan berita
berjudul “OPM Ancam Perang jika Polisi
Tak Bebaskan Rambo” pada situs berita http://www.tempo.co/.
Berita
tersebut, terkait keberhasilan aparat TNI Polri wilayah Lanny Jaya, yang berhasil
menangkap 2 pentolan tangguh OPM (Organisasi Papua Merdeka) beserta 5 anak
buahnya, yang selama ini melakukan banyak kekacauan dan tindakan kriminal di
Papua, khususnya daerah Wamena.
Pada
hari Minggu, 26 Oktober 2014, sekitar pukul 13.00 WIT, di Hotel Boulevard Jalan
Patimura, Wamena-Kabupaten Jayawijaya, kepolisian berhasil menangkap Rambo
Wenda (27 tahun) dan Derius Wonda alias Rambo Tolikara (34 tahun). Kedua orang
tersebut merupakan pentolan tangguh, sehingga mereka mendapatkan julukan “Rambo”.
Terkait
hal tersebut, ternyata segera disambut dengan reaksi kegeraman dari Puron Wenda,
sebagai panglima atau pimpinan dua rambo yang berhasil ditangkap tersebut.
Dalam situs berita tempo, tertulis pernyataan Puron Wenda yang mengatakan, “Kami minta polisi segera melepaskan rekan
kami Rambo Wenda. Kami beri waktu dua hari, bila tidak, maka kami bersama
seluruh rakyat Papua nyatakan perang
dan akan menjadikan seluruh warga non-Papua yang ada di Papua sebagai target,”.
Dengan
pernyataan yang disampaikan oleh salah satu pimpinan OPM tersebut, ia telah
menunjukkan jati dirinya sebagai ancaman kedamaian yang ada di bumi Papua.
Pernyataan tersebut, secara tanpa disadari olehnya, telah menjadi bumerang bagi
dirinya sendiri. Dia secara tidak langsung telah mengakui secara resmi bahwa
pada hakikatnya dia dan kelompoknya(OPM), memanglah sebagai sebagai pengacau, sebagai
ancaman kedamaian di Papua, sebagaimana terbukti dalam tindakan-tindakan
kriminal yang selama ini mereka lakukan. Namun mirisnya, dalam pernyataan
tersebut, ia mengatakan seolah dia menyampaikan sebagai perwakilan aspirasi seluruh
warga pribumi Papua, sebagaimana yang dikatakannya “kami bersama seluruh rakyat Papua”. Padahal, pada kenyataanya, apa
yang disampaikannya sangatlah jauh dari kenyataan, warga Papua justru merasakan
resah dan gerah terhadap tindakan-tindakan mereka selama ini, yang bukan
membangun Papua, malah menjadi pengacau kedamaian di papua.
Dengan
demikian, sudah selayaknya kita hadapi mereka bersama secara cerdas. Apabila
mereka masih bisa diajak secara baik-baik dan meluruskan pemahamannya, marilah
kita ajak mereka untuk segera sadar dan kembali ke jalan yang benar. Bila tidak
demikian, maka mari kita berusaha menangkal mereka dengan segera melaporkan
kepada pihak berwajib bila ditemukan indikasi tentang keberadaan mereka.
Mari
kita jaga kedamaian di tanah Papua. Say No To OPM. (Baim Wanggay)