Senin, 31 Agustus 2015

Jangan Nodai Greja-Greja Papua !!!


 * Menuai hikmah, dari sebuah kisah
# Alkisah, suatu hari seorang pemuda cerdas yang berbadan legam dan gagah, pergi berkelana mencari sesuatu yang terkuat di dunia ini. Langkah demi langkahpun ia tapakkan, berkelana mencari jawaban tentang sesuatu yang menjadi tanya dalam dirinya. Langkah kakinya nampak pasti, tatapannya tajam, pikiriannya menerawang jauh menembus penjuru-penjuru cakrawala dunia.

Singkat cerita, si pemuda tersebutpun akhirnya berlabuh terhadap sebuah jawaban. Ia menemukan bahwa yang terkuat di dunia ini adalah besi. Jawaban tersebut ia dapatkan ketika ia tertegun melihat pasak-pasak besi yang mampu menopang gedung-gedung tinggi dan ketika ia melihat lempengan-lempengan besi yang mampu menjadi tameng dari tank-tank tempur. Ia begitu takjub terhadap kekuatan dan kehebatan besi-besi itu, hingga akhirnya, dalam alam pikirannya ia pun bergumam, “ternyata yang terkuat di dunia ini adalah besi”.

Namun tak lama setelah itu, tanpa disangka ia pun mulai heran ketika melihat besi-besi itu meleleh saat terbakar dalam kobaran api. Besi yang ia anggap terkuat sebelumnya itu, harus luluh tak berdaya ketika dihadapkan dengan panasnya api. Darinya, kemudian ia pun mulai meragukan akan kekuatan besi. Pikirannya mulai beralih, ia yang tadinya meyakini bahwa besilah yang terkuat, kini mulai meyakini bahwa yang terkuat adalah api, bukanlah besi.

Tak lama setelah itu, ia pun harus terheran lagi ketika melihat api yang berkobar-kobar harus padam kala dihadapkan dengan air. Tak disangkanya, ternyata, api tidaklah sekuat apa yang ia bayangkan. Melihat api yang tidak berdaya di hadapan air, kemudian iapun mulai mengalihkan kembali keyakinannya, meyakini bahwa yang terkuat di dunia ini adalah air, bukanlah api dan besi.

Begitulah seterusnya. Dalam pencariannya tersebut, keyakianannya terhadap sesuatu yang terkuat di dunia ini, harus berubah-ubah seiring dengan berubahnya setiap jawaban yang  ditemukannya. Ia yang terakhir kali menemukan jawaban bahwa airlah yang paling kuat di dunia ini, keyakinannya teralihkan kepada uap (angin) tatkala ia melihat air tak kuasa menahan dirinya yang harus menguap dan terombang ambing bersama angin. Dengan demikian, iapun meyakini yang terkuat adalah angin.

Begitu pulalah ketika ia melihat angin itu tak berdaya menerpa gunung, iapun meyakini bahwa gununglah yang terkuat. Selanjutnya ketika ia melihat manusia mampu menginjakkan kakinya di atas gunung, bahkan yang tertinggipun, iapun meyakini bahwa manusialah yang terkuat. Selanjutnya ketika ia melihat manusia tidak kuasa melawan rasa kantuk, iapun meyakini bahwa rasa kantuklah yang terkuat. Selanjutnya ketika ia melihat bahwa rasa gelisah mampu menghilangkan rasa kantuk yang dirasakan seseorang, iapun meyakini bahwa rasa gelisahlah yang terkuat. Terakhir, ketika ia melihat kekuatan iman seseorang mampu menghilangkan rasa gelisah seseorang, iapun meyakini, bahwa kekuatan imanlah yang terkuat.

Dengan demikian, dalam pencariannya menemukan sesuatu yang terkuat di dunia ini, si pemuda itupun berlabuh pada jawaban terakhir yang ditemukannya, yakni, bahwa yang terkuat di dunia ini adalah “Kekuatan Iman”.

# Cerita tersebut, bukanlah cerita nyata. Namun, dari cerita tersebut, penulis bermaksud menuai hikmah bahwa betapa besarnya arti kekuatan iman dan betapa pentingnya ia dalam kehidupan.

Dalam kehidupan ini, kita dapat melihat banyak fakta. Dengan kekuatan iman, seseorang mampu melakukan apapun, bahkan terhadap sesuatu yang secara akal normal biasa, bisa dianggap sebagai sesuatu yang konyol.

Misalnya, dengan kekuatan iman, kita melihat bahwa seseorang mampu untuk tidak menikah dalam seumur hidupnya (biarawati, pastur dan biksu), yang mana hal tersebut adalah hal yang tak mungkin mampu dilakukan manusia secara umum, terlebih bagi para penggila seks.

Misal yang lain, dengan kekuatan iman, kita dapat melihat seseorang mampu melakukan bom bunuh diri ataupun melakukan pembunuhan secara sadis, sebagaimana kita lihat fenomena itu pada orang-orang ISIS (Islamic State Iraq and Suria - organisasi teroris -). Sekalipun hal tersebut nampak tidak masuk akal di pikiran kita, tapi mereka melakukannya atas nama iman mereka terhadap sesuatu yang diyakininya.

Demikianlah kekuatan iman, yang pada dasarnya ia adalah sesuatu yang sangat baik, namun akan salah kaprah bila ia teraplikasikan terhadap keimanan yang salah, sebagaimana pada misal di atas, kita lihat kekuatan iman itu teraplikasikan secara salah kaprah oleh kelompok teroris ISIS.


* Penyelewengan Iman, di Greja-Greja Papua.
Sebagaimana telah dipaparkan pada paragraf sebelumnya, bahwa kekuatan iman itu memiliki arti penting dalam kehidupan ini. Ianya, memiliki peran yang penting, baik secara individual, maupun secara sosial. Seperti perkara ISIS yang telah dicontohkan, ia kini bukan lagi suatu kejahatan yang bersifat individual, namun sudah bersifat sosial yang berpengaruh terhadap tataran kehidupan secara universal. Ia telah merambah dari timur tengah ke negeri barat, bahkan hingga ke negeri kita. Sudah bukan sesuatu yang diragukan lagi, bahwa simpatisan ISIS yang ada di negeri kitapun bukan satu atau dua orang lagi, namun sudah cukup banyak dan tersebar di berbagai wilayah.

# Kaitannya dengan hal tersebut, maka begitupun dengan wilayah Papua. Keyakinan umat dalam hal keimanan yang salah, akan berdampak besar bagi tatanan kehidupan Papua secara universal. Ianya, dapat menjadi salah satu faktor penentu arah perkembangan Papua ke depannya.

Dalam hal ini, para pemuka agama memiliki peranan yang besar. Sedikit saja mereka mengeluarkan stetmen sesuatu, maka umat akan dengan mudah untuk mengikutinya. Dengan demikian, maka apabila stetmen yang dilontarkan oleh para pemuka agama tersebut bersifat positif, tentu akan memberikan efek sosial yang positif. Namun, apabila stetmen yang dilontarkan oleh para tokoh agama bersifat negatif, maka sudah barang tentu ianya juga pasti akan memberikan efek sosial yang negatif bagi bangsa Papua.

# Kaitannya dengan hal tersebut, dan terkait mengenai isu dan permasalahan Papua, terutama dalam hal adanya sebagian kecil warga yang ingin mendisintegrasikan Papua dari NKRI, maka para pemuka agama memiliki peranan yang sangat penting.

Dalam hal ini, karena Papua secara mayoritas penduduknya beragama Nasrani, baik Khatolik maupun Protestan, maka para pendetalah yang memegang peranan ini. Sebagai pemuka agama, tindakan mereka dalam menyikapi hal ini, berpengaruh besar terhadap dampak yang bisa terjadi.

Selanjutnya, terkait isu krusial yang terjadi di Papua terkait adanya gerakan sebagian orang yang bersifat anarkis, seperti pada kelompok yang biasa disebut sebagai OPM (Organisasi Papua Merdeka), maka para pendeta diharapkan mampu memberikan nasehat-nasehat untuk mereka. Para pendeta diharapkan untuk memberikan pelajaran yang baik dan menyadarkan mereka.

Jangan sampai, para pendeta malah mendukung mereka, sebagaimana yang terjadi pada beberapa pendeta seperti Pdt. Dr. Benny Giay (Ketua Sinode Gereja Kemah Injil Papua), Pdt. Socratez Sofyan Yoma (Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua) dan Pdt. Selvi Titihalawa (senior Gereja Kristen Injili Papua). Mereka adalah para pemuka agama, yang diharapkan nasehat-nasehat baiknya oleh umat. Bila mereka setuju bahkan jika sampai mengeluarkan pernyataan dukungan kepada OPM, terlebih yang bersifat provokatif, maka hal ini akan sangat berbahaya untuk kedamaian Papua ke depannya. Bila dibiarkan, maka Papua akan terancam senantiasa tidak aman ke depannya. Papua akan senantiasa dipenuhi suasana konflik ke depannya.

Untuk itu, maka diharapkan kepada ketiga pendeta tersebut, begitu juga kepada para pendeta lainnya, untuk benar-benar mengajarkan hal-hal yang bersifat positif dan benar dalam  setiap khobahnya di greja-greja. Ajarkan cinta kasih sebagaimana ajaran Yesus yang diyakini. Ajarkan cinta damai untuk Papua, dan ajarkan untuk tidak berpecah seperti yang terjadi pada OPM.

Diharapkan kepada para pendeta, agar tidak menyelewengkan amanat dan kepercayaan yang telah diberikan umat di greja-greja tempat anda berkhotbah. Jangan nodai greja-greja dengan provokasi-provokasi yang mampu menimbulkan perpecahan. Ajaklah umat untuk segera menyadarkan mereka yang masih berpecah belah, yang masih mabuk-mabukan dan lain sebagainya untuk sama-sama membangun Papua ini bersama Pemerintah. (BW)

Jumat, 21 Agustus 2015

Mereka, Salah Memahami Kepedulian Pemerintah untuk Papua


*** Organisasi-organisai Kemerdekaan Papua
Tarik ulur isu Papua merdeka, sejak kelahirannya organisasi ataupun kelompok-kelompok yang menamakan diri sebagai nasionalis Papua, hingga kini belum juga tuntas.

Konon menurut sejarah, perseteruan ini dimulai sejak tahun 1962-an. Sesaat sebelum masa kepenjajahannya atas Papua harus berakhir dikarenakan desakan politik, tuntutan warga Papua dan warga Indonesia lainnya, serta tuntutan dunia internasional, mungkin masih demi kepentingan politiknya, Belanda saat itu sempat mendeklarasikan pendirian Negara Boneka yang didukung oleh sebagian kecil warga Papua yang berhasil dihasutnya.

Mungkin dari situlah, yang meskipun pada akhirnya usaha Belanda tersebut gagal, organisasi ataupun kelompok-kelompok yang bertujuan memisahkan Papua sebagai bagian dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) pun mulai bermunculan.  Mungkin dari situlah, organisasi-organisasi seperti OPM (Organisasi Papua Merdeka), WPNCL (West Papua National Liberation for Coalition), NRFPB (Negara Republik Federasi Papua Barat),  dan organisasi-organisasi lainnya hingga ULMWP (United Liberation Movement for West Papua) sebagai organisasi terbaru yang dalam kepentingan politiknya bertujuan memisahkan Papua dari NKRI ini pun bemunculan.

** Sepak Terjang Perjuangannya
Dalam perjuangan mencapai tujuannya, organisasi-organisasi pejuang kemerdekaan Papua (Penidistegrasian dari NKRI) tersebut berjuang dengan beragam cara. Mulai dari menghasut warga, hingga demontrasi-demontrasi yang rusuh. Mulai dari menyusup dalam pemerintahan, hingga membentuk militan-militan bersenjata yang bermukim di gunung-gunung. Mulai dari mengkampanyekan keinginannya di dalam negeri, hingga mengkampanyekannya di luar negeri.
Semua itu mereka lakukan hingga hari ini. Hanya saja, sayangnya mereka lakukan semua itu dengan menghalalkan segara cara dan tanpa memperhatikan etika-etika kebenaran. Dengan tanpa rasa malu, mereka menghasut warga. Dengan sikap penuh arogan, mereka melakukan demontrasi-demontrasi yang berakhir rusuh dan ricuh. Dengan jiwa yang kejam, mereka menembaki aparat yang sedang bertugas. Lebih dari itu, bahkan mereka menembaki warga biasa yang tidak tahu apa-apa. Mereka merampoki senjata-senjata aparat dan membakari honei-honey warga. Sungguh cara yang mereka lakukan itu tidak sesuai dengan norma.

Selain itu, ke dunia luar, di luar negeri dan di dunia internasional, mereka menyebarkan isu-isu yang tidak benar. Mereka menyebarkan isu bahwa di Papua terjadi Genocide, yang senyatanya tidak pernah terjadi. Mereka menyebarkan isu di Papua sering terjadi pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) oleh aparat dan pemerintahan, yang senyatanya tidak demikian. Mereka menyebarkan isu bahwa pemerintahan Indonesia melakukan penindasan terhadap warga Papua, yang senyatanya hal itu hanyalah isu belaka.

** Kebijakan Pemerintah yang mereka tidak/salahpahami
Kebijakan Pemerintah selama ini, tidaklah mereka (aktivis organisasi-organisasi Papua Merdeka) pahami, atau setidaknya, telah salah mereka pahami. Apapun kebijakan pemerintah, selalu dipandang sebelah mata oleh mereka. Kebijakan pemerintah, selalu dianggap salah oleh mereka.

Hal ini, ibarat sebuah cerita. Di suatu pasar, ada dua orang –bapak dan anak- dan satu ekor keledai muda yang dimiliki mereka, yang mana tindakan ayah adan anaknya tersebut selalu dipandang salah oleh masyarakat di pasar tersebut. Apabila sang bapak dan sang anak tersebut berjalan bertiga dengan keledainya, sebagian masyarakat di pasar akan menggunjingnya dengan gunjingan, kenapa si bapak dan si anak itu begitu bodoh, punya keledai, tapi tidak ditunggangi. Di lain hal, bila si bapak dan si anak tersebut menunggangi keledai mudanya berdua bersama-sama, sebagian masyarakat pasar akan menggunjing, kenapa si bapak dan si anak itu begitu tega, keledainya masih muda tapi ditunggangi oleh berdua. Di lain hal pula, bila si bapak itu berjalan sedangkan si anak saja yang menunggangi keledai mereka, sebagian masyarakat itu akan menggunjing, kenapa si anak itu tidak punya etika, membiarkan bapaknya berjalan sedangkan ia enak-enak di atas keledai. Di lain hal juga, bila si bapak yang menunggangi keledainya, sedangkan si anak berjalan kaki, maka sebagian masyarakat di pasar itu akan menggunjing, kenapa si ayah itu begitu tega, membiarkan anaknya jalan, sedangkan ia enak-enak di atas keledai. Di lain hal juga, bila si bapak tadi dan si anak tadi berjalan kaki dua-duanya, kemudian keledainya itu mereka pikul, masyarakat di pasar itu akan menggunjing, betapa bodohnya mereka berdua (si bapak dan si anak), keledai itu untuk ditunggangi, kok malah mereka pikul.
Walhasil, dari cerita tersebut, bisa ditarik hikmah bahwa apapun yang dilakukan oleh si bapak dan si anak tadi dengan keledainya, akan ada yang selalu memandang mereka salah. Begitu pula dengan kebijakan Pemerintah terhadap Papua ini, terkadang selalu dipandang salah oleh mereka (aktivis organisasi-organisasi Papua Merdeka).

Bagaimana tidak, Pemerintah memberikan kebijakan Otsus (Otonomi Khusus), jangankan berterimakasih, mereka malah salah memahami.

Bagaimana tidak, Pemerintah menggalakkan percepatan pembangunan Papua melalui UP4B (Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat), jangankan berterimakasih, mereka malah salah memahami, atau bahkan mereka malah ada yang menghambat upaya tersebut.

Bagaimana tidak, Pemerintah menugaskan para aparatnya untuk menjaga keamanan, mereka malah menembakinya, yang kemudian kalau mereka dibalas, mereka akan berteriak aparat melakukan pelanggaran HAM.

Bagaimana tidak, Pemerintah memberikan bantuan layanan kesehatan untuk mereka, tapi mereka malah menyebarkan isu genocide. Bagaimana mungkin Pemerintah yang memberikan kebijakan pelayanan kesehatan, yang itu artinya ingin warga-warganya di Papua sehat-sehat, malah dikatakan genocide ?

Bagaimana tidak, Filep Karma tahanan politik yang kini mau dberi grasi oleh Presiden, jangankan berterimakasih, malah menolaknya.

Ah sungguh mereka ini tidak paham, atau setidaknya selalu salah memahami Pemerintah. Semoga saja mereka akan segera sadar. Semoga saja mereka segera turut membantu Pemerintah membangun Papua kita ini. Semoga sajamereka segera turut membantu Pemerintah mencerdaskan Papua kita ini. Semoga saja, amin... !!!

Rabu, 19 Agustus 2015

Gonjang Ganjing Penolakan Remisi Filep Karma

*** Filep Karma tolak remisi, ada apa dengannya ???



Tiga bulan yang lalu, tepatnya tanggal 09 Mei 2015 Presiden RI Ir. Jokowidodo dalam kunjunggannya ke Papua secara khusus mengagendakan diri berkunjung ke Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) Abepura Papua. Kunjungan tersebut, beliau lakukan sebagai wujud kepedulian dirinya sebagai pemimpin negara terhadap para tahanan di sana. Sebagai bapak negara, sekalipun di mata hukum mereka para tahanan tersebut adalah pelaku kriminal dan kejahatan, namun beliau memandang bahwa mereka juga berhak dan layak untuk mendapatkan perhatian.

Lebih dari itu, ternyata perhatian yang diberikan bapak Presiden tak hanya sekedar kunjungan. Kedatangan beliau di Lapas Abepura tersebut, membawa angin segar bagi 5 tahanan yang telah divonis kurungan penjara jangka lama, belasan tahun bahkan ada yang seumur hidup.

“Ini adalah langkah awal. Sesudah ini akan diupayakan pembebasan para tahanan lain di daerah lain juga. Ada 90 yang masih harus diproses,”. Demiakian ucap beliau saat memberikan grasi kepada Linus Hiel Hiluka dan Kimanus Henda (keduanya divonis 19 tahun 10 bulan), Jefrai Murib dan Numbungga Telenggen (keduanya divonis seumur hidup), serta Apotnalogolik Lokobalm (vonis 20 tahun) seperti dilansir oleh http://www.fak-fak.com/2015/05/presiden-jokowi-beri-grasi-untuk-lima.html.
Presiden Jokowi saat memberikan grasi kepada 5 tapol di Lapas Abepura Papua





* Filep Karma
Saat itu, sebenarnya pemberian grasi oleh bapak Presiden hendak diberikan untuk 6 orang, hanya saja satu tahanan atas nama Filep Karma menolaknya. Entah apa masalah sebenarnya, Filep Karma menolak perhatian dari bapak Presiden tersebut. Dalam penuturannya, pak Presiden mengatakan bahwa F. Karma menolak karena ia menginginkan amnesti, bukan grasi.

“Benar bahwa saya mengusahakan pembebasan Filep Karma. Namun, saya maunya proses grasi. Sedangkan dia maunya amnesti. Ini rumit karena harus bicara dengan DPR. Saya nggak tahu apakah DPR akan setuju,” ujar beliau (Bapak Presiden).

** Siapakah Filep Karma ?

Filep Karma adalah salah satu tahanan politik, yang ditahan sejak 2004 silam hingga sekarang dan untuk beberapa tahun ke depan (dihitung sesuai vonis hukumannya 14 tahun kurungan penjara). Namun, atas perhatian bapak Presiden kepadanya dan 5 tahanan lainnya saat berkunjung ke Papua Mei  lalu, ia diupayakan untuk dibebaskan melalui grasi. Hanya saja, karena keegoisannya, sayangnya ia (F. Karma) menolak perhatian bapak Presiden tersebut.

Filep Karma, sekitar 11 tahun yang lalu, ia melakukan tindakan makar. Alih-alih melalui ungkapan halusnya menyampaikan aspirasi, ia malah memprovokasi masyarakat. Ia mengajak sebagian masyarakat Papua untuk memisahkan diri dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Dari tindakannya tersebut, ia dijerat oleh pasal 106 KUHP (Kitab Undang Undang Hukum Pidana).

Pasal 106 : Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dan wilayah negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

Karena tindakannya sendirilah ia dipenjarakan. Bagaimana tidak, tindakannya nyata-nyata melanggar hukum negara. Lebih dari itu, tindakannya tersebut juga akan menuai pro dan kontra, yang dengan demikian tentu akan mengundang perpecahan yang pada akhirnya menimbulkan kekacauan. Dengan demikian, tidak heranlah jika sejak saat itu ia divonis 14 tahun kurungan penjara.

** HUT NKRI dan Grasi dan Kebodohan Filep Karma.
Beberapa bulan berlalu (Mei), penolakan yang dilakukan Filep Karma terhadap grasi bapak Presiden, kini terulang kembali.

Dalam momen bahagia HUT (Hari Ulang Tahu) NKRI yang ke 70, atas kemurahannya, bapak Presiden kembali hendak memberikan grasi kepada Filep Karma. Ia direncanakan akan dibebaskan dengan grasi pada kamis 20 Mei besok. Namun sayangnya, dengan alasan yang sama, lagi-lagi ia menolak grasi yang diberikan. Ia berapologi bahwa pemberian grasi tersebut berdampak degradasi terhadapnya selaku tapol (tahanan politik) menjadi pelaku kriminal. 11 tahunan penjara mengurungnya, ternyata belum juga menyadarkannya bahwa ia memang telah melakukan kriminal (makar) seperti yang sudah dijelaskan pada paragraf sebelumnya).

Lebih dari itu, menariknya, dalam mengomentari upaya grasi terhadapnya ini, Filep mengatakan bahwa pemerintah tidak memiliki itikad baik terhadap Papua. Hal ini sebagaimana dilansir oleh  tapanews.com dalam beritanya berjudul “Filep Karma: Indonesia Tidak Menunjukkan Itikad Baik” (17/08).

Sungguh sangat disayangkan, perhatian, kepedulian dan itikad baik bapak Presiden yang ingin memberikan grasi terhadapnya, jangankan dirasakannya, dilihatnya saja tidak. Entah apa yang telah menutupi matanya sehingga tidak mampu melihat itikad baik dari bapak presiden terhadap dirinya tersebut.

Lebih dari itu, Filep Karma sungguh terjebak dalam pola pikir yang salah. Dia berfikir bahwa, gagasan Papua Merdeka-nya (Terpisah dari NKRI) adalah sebuah ideologi. Tidak, tidak sama sekali. Gagasan tersebut, bukanlah ideologi, karena hasrat Papua Merdeka hanyalah angan-angan belaka. Bila ingin dikatakan ide, atau setidaknya gagasan, bolehlah. Namun, bila hal itu ingin dikatakan sebagai ideologi, tidak sama sekali.

Lebih dari itu pula, keterjebakannya dalam angan-angan gagasan Papua Merdeka-nya tersebut, telah membuat ia harus hidup menderita terkurung dalam penjara. Tidakkah ia berfikir bahwa hidup bebas di luar penjara, membantu pembangunan Papua, mencerahkan pemikiran masyarakat, memberikan pendidikan kepada anak-anak, serta turut serta membantu pemerintah dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi Papua untuk bangkit dan membangunnya sebagaimana moto bapak Gubernur Lukas Enembe “Papua Bangkit Mandiri dan Sejahtera” adalah lebih baik baginya ??? Sungguh disayangkan, cara fikirnya terlalu pendek dan lemah. Tenaga dan fikirannya, selama ini hanya habis untuk suatu hal yang sia-sia. Betapa tidak, apakah hasil dari tindakannya selama ini turut membantu mencerdaskan Papua? Apakah hasil dari tindakannya selama ini, turut membantu pembangunan di Papua ? Tidak !!! Tidak sama sekali.

Sebagai tantangan, bila benar ia memiliki gagasan ideologi Memerdekakan Papua, sudahkah ia membuat konsepnya ? Sudahkah ia memperhitungkan bila seandainya Papua benar-benar terpisah dari NKRI maka Papua akan bertambah maju olehnya ? Ataukah akan semakin terpuruk ?
Sungguh sangat disayangkan, ia benar-benar terjebak dalam khayal gagasannya. Dengannya, ia sampai berfikir bahwa Pemerintahan tidak memiliki itikad baik terhadap Papua.

Tidakkah ia lihat Papua kini semakin maju ? Tidakkah ia lihat insfrastuktur bangunan Papua semakin membaik ? Tidakkah ia melihat kepedulian yang lebih yang diberikan oleh Pemerintah untuk Papua berupa Otsus (Otonomi Khusus) yang tidak diberikan pemerintah kepada provinsi-provinsi lainnya ? Tidakkah ia melihat kepedulian pemerintah menggalakkan UP4B (Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat) ???

Mungkin memang benar apa yang dikata pepatah, semut di sebrang nampak jelas terlihat, sedangkan gajah di pelupuk mata tak terlihat sama sekali. Gagasan kosongnya telah menutup mata nuraninya selama ini, sehingga jangankan mendukung dan berterimakasih terhadap upaya pemerintah, melihat dan merasakannya saja tidak sama sekali.

Sekali lagi, tindakan Filep Karma ini sungguh sangat disayangkan. Namun demikian, sebagai saudaranya kita masih tetap berharap bahwa ia akan segera sadar atas kebodohannya selama ini.
Mari Merdekakan Papua dalam makna sesungguhnya, bukan dalam makna khayalan Filep Karma. Mari kita Merdekakan Papua dengan mengajak diri dan orang-orang di sekitar kita untuk memberikan sebanyak mungkin yang kita bisa berikan kepada Papua dan negeri kita. Mari kita rajin belajar, rajin bekerja, stop budaya mabuk, seks bebas dan tindakan negatif lainnya.

*** Mari Tong Benar Benar Merdekakan Papua !!!

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Blogger Themes | LunarPages Coupon Code