Tiga bulan yang lalu, tepatnya tanggal 09 Mei 2015 Presiden RI Ir. Jokowidodo dalam kunjunggannya ke Papua secara khusus mengagendakan diri berkunjung ke Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) Abepura Papua. Kunjungan tersebut, beliau lakukan sebagai wujud kepedulian dirinya sebagai pemimpin negara terhadap para tahanan di sana. Sebagai bapak negara, sekalipun di mata hukum mereka para tahanan tersebut adalah pelaku kriminal dan kejahatan, namun beliau memandang bahwa mereka juga berhak dan layak untuk mendapatkan perhatian.
Lebih dari itu, ternyata perhatian yang diberikan bapak Presiden tak hanya sekedar kunjungan. Kedatangan beliau di Lapas Abepura tersebut, membawa angin segar bagi 5 tahanan yang telah divonis kurungan penjara jangka lama, belasan tahun bahkan ada yang seumur hidup.
“Ini adalah langkah awal. Sesudah ini akan diupayakan pembebasan para tahanan lain di daerah lain juga. Ada 90 yang masih harus diproses,”. Demiakian ucap beliau saat memberikan grasi kepada Linus Hiel Hiluka dan Kimanus Henda (keduanya divonis 19 tahun 10 bulan), Jefrai Murib dan Numbungga Telenggen (keduanya divonis seumur hidup), serta Apotnalogolik Lokobalm (vonis 20 tahun) seperti dilansir oleh http://www.fak-fak.com/2015/05/presiden-jokowi-beri-grasi-untuk-lima.html.
Presiden Jokowi saat memberikan grasi kepada 5 tapol di Lapas Abepura Papua
* Filep Karma
Saat itu, sebenarnya pemberian grasi oleh bapak Presiden hendak diberikan untuk 6 orang, hanya saja satu tahanan atas nama Filep Karma menolaknya. Entah apa masalah sebenarnya, Filep Karma menolak perhatian dari bapak Presiden tersebut. Dalam penuturannya, pak Presiden mengatakan bahwa F. Karma menolak karena ia menginginkan amnesti, bukan grasi.
“Benar bahwa saya mengusahakan pembebasan Filep Karma. Namun, saya maunya proses grasi. Sedangkan dia maunya amnesti. Ini rumit karena harus bicara dengan DPR. Saya nggak tahu apakah DPR akan setuju,” ujar beliau (Bapak Presiden).
** Siapakah Filep Karma ?
Filep Karma adalah salah satu tahanan politik, yang ditahan sejak 2004 silam hingga sekarang dan untuk beberapa tahun ke depan (dihitung sesuai vonis hukumannya 14 tahun kurungan penjara). Namun, atas perhatian bapak Presiden kepadanya dan 5 tahanan lainnya saat berkunjung ke Papua Mei lalu, ia diupayakan untuk dibebaskan melalui grasi. Hanya saja, karena keegoisannya, sayangnya ia (F. Karma) menolak perhatian bapak Presiden tersebut.
Filep Karma, sekitar 11 tahun yang lalu, ia melakukan tindakan makar. Alih-alih melalui ungkapan halusnya menyampaikan aspirasi, ia malah memprovokasi masyarakat. Ia mengajak sebagian masyarakat Papua untuk memisahkan diri dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Dari tindakannya tersebut, ia dijerat oleh pasal 106 KUHP (Kitab Undang Undang Hukum Pidana).
Pasal 106 : Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dan wilayah negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
Karena tindakannya sendirilah ia dipenjarakan. Bagaimana tidak, tindakannya nyata-nyata melanggar hukum negara. Lebih dari itu, tindakannya tersebut juga akan menuai pro dan kontra, yang dengan demikian tentu akan mengundang perpecahan yang pada akhirnya menimbulkan kekacauan. Dengan demikian, tidak heranlah jika sejak saat itu ia divonis 14 tahun kurungan penjara.
** HUT NKRI dan Grasi dan Kebodohan Filep Karma.
Beberapa bulan berlalu (Mei), penolakan yang dilakukan Filep Karma terhadap grasi bapak Presiden, kini terulang kembali.
Dalam momen bahagia HUT (Hari Ulang Tahu) NKRI yang ke 70, atas kemurahannya, bapak Presiden kembali hendak memberikan grasi kepada Filep Karma. Ia direncanakan akan dibebaskan dengan grasi pada kamis 20 Mei besok. Namun sayangnya, dengan alasan yang sama, lagi-lagi ia menolak grasi yang diberikan. Ia berapologi bahwa pemberian grasi tersebut berdampak degradasi terhadapnya selaku tapol (tahanan politik) menjadi pelaku kriminal. 11 tahunan penjara mengurungnya, ternyata belum juga menyadarkannya bahwa ia memang telah melakukan kriminal (makar) seperti yang sudah dijelaskan pada paragraf sebelumnya).
Lebih dari itu, menariknya, dalam mengomentari upaya grasi terhadapnya ini, Filep mengatakan bahwa pemerintah tidak memiliki itikad baik terhadap Papua. Hal ini sebagaimana dilansir oleh tapanews.com dalam beritanya berjudul “Filep Karma: Indonesia Tidak Menunjukkan Itikad Baik” (17/08).
Sungguh sangat disayangkan, perhatian, kepedulian dan itikad baik bapak Presiden yang ingin memberikan grasi terhadapnya, jangankan dirasakannya, dilihatnya saja tidak. Entah apa yang telah menutupi matanya sehingga tidak mampu melihat itikad baik dari bapak presiden terhadap dirinya tersebut.
Lebih dari itu, Filep Karma sungguh terjebak dalam pola pikir yang salah. Dia berfikir bahwa, gagasan Papua Merdeka-nya (Terpisah dari NKRI) adalah sebuah ideologi. Tidak, tidak sama sekali. Gagasan tersebut, bukanlah ideologi, karena hasrat Papua Merdeka hanyalah angan-angan belaka. Bila ingin dikatakan ide, atau setidaknya gagasan, bolehlah. Namun, bila hal itu ingin dikatakan sebagai ideologi, tidak sama sekali.
Lebih dari itu pula, keterjebakannya dalam angan-angan gagasan Papua Merdeka-nya tersebut, telah membuat ia harus hidup menderita terkurung dalam penjara. Tidakkah ia berfikir bahwa hidup bebas di luar penjara, membantu pembangunan Papua, mencerahkan pemikiran masyarakat, memberikan pendidikan kepada anak-anak, serta turut serta membantu pemerintah dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi Papua untuk bangkit dan membangunnya sebagaimana moto bapak Gubernur Lukas Enembe “Papua Bangkit Mandiri dan Sejahtera” adalah lebih baik baginya ??? Sungguh disayangkan, cara fikirnya terlalu pendek dan lemah. Tenaga dan fikirannya, selama ini hanya habis untuk suatu hal yang sia-sia. Betapa tidak, apakah hasil dari tindakannya selama ini turut membantu mencerdaskan Papua? Apakah hasil dari tindakannya selama ini, turut membantu pembangunan di Papua ? Tidak !!! Tidak sama sekali.
Sebagai tantangan, bila benar ia memiliki gagasan ideologi Memerdekakan Papua, sudahkah ia membuat konsepnya ? Sudahkah ia memperhitungkan bila seandainya Papua benar-benar terpisah dari NKRI maka Papua akan bertambah maju olehnya ? Ataukah akan semakin terpuruk ?
Sungguh sangat disayangkan, ia benar-benar terjebak dalam khayal gagasannya. Dengannya, ia sampai berfikir bahwa Pemerintahan tidak memiliki itikad baik terhadap Papua.
Tidakkah ia lihat Papua kini semakin maju ? Tidakkah ia lihat insfrastuktur bangunan Papua semakin membaik ? Tidakkah ia melihat kepedulian yang lebih yang diberikan oleh Pemerintah untuk Papua berupa Otsus (Otonomi Khusus) yang tidak diberikan pemerintah kepada provinsi-provinsi lainnya ? Tidakkah ia melihat kepedulian pemerintah menggalakkan UP4B (Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat) ???
Mungkin memang benar apa yang dikata pepatah, semut di sebrang nampak jelas terlihat, sedangkan gajah di pelupuk mata tak terlihat sama sekali. Gagasan kosongnya telah menutup mata nuraninya selama ini, sehingga jangankan mendukung dan berterimakasih terhadap upaya pemerintah, melihat dan merasakannya saja tidak sama sekali.
Sekali lagi, tindakan Filep Karma ini sungguh sangat disayangkan. Namun demikian, sebagai saudaranya kita masih tetap berharap bahwa ia akan segera sadar atas kebodohannya selama ini.
Mari Merdekakan Papua dalam makna sesungguhnya, bukan dalam makna khayalan Filep Karma. Mari kita Merdekakan Papua dengan mengajak diri dan orang-orang di sekitar kita untuk memberikan sebanyak mungkin yang kita bisa berikan kepada Papua dan negeri kita. Mari kita rajin belajar, rajin bekerja, stop budaya mabuk, seks bebas dan tindakan negatif lainnya.
*** Mari Tong Benar Benar Merdekakan Papua !!!
0 komentar:
Posting Komentar