Kamis, 30 Juni 2016

Tokoh Papua Ingatkan Pemerintah Soal Pertemuan Solomon


JAKARTA – Papuacenter : Koordinator Gerakan Papua Optimis, Jimmy Demianus Ijie menyatakan pemerintah seharusnya tidak meremehkan pertemuan mengenai masalah Papua di Kepulauan Solomon pada 14-16 Juli 2016. “Jangan meremehkan gerakan semacam itu. Ini ancaman serius,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (29/6/2016).

Pemerintah semestinya mengambil sejumlah langkah nyata dan strategis guna menjadi solusi komprehensif untuk menyelesaikan masalah Papua, terutama terkait manuver kelompok yang mengatasnamakan masyarakat Papua di forum internasional. “Persoalan Papua saat ini bukan lagi hanya mencakup ranah domestik, tapi sudah lama menjadi isu internasional,” katanya.

Bahkan, kata Jimmy, berbagai upaya internasionalisasi seringkali membuat posisi Indonesia serba salah dalam menyikapi persoalan di Papua. Dalam beberapa tahun terakhir kelompok-kelompok itu mengubah strategi dan tak menggunakan kekerasan, tapi melalui diplomasi.
“Sebagai bagian dari kepedulian kami kepada bangsa ini, kami minta pemerintah lebih serius urusi Papua,” kata Ketua DPRD Papua Barat 2004-2009 dan Wakil Ketua DPRD Papua Barat 2009-2014 ini.

Karena itu, Jimmy meminta pemerintah mengantisipasi pertemuan di Solomon pada 14-16 Juli mendatang. “Jangan terlalu ‘over confidence,” katanya.

Dia mengatakan, pemerintah juga perlu mempercepat pembangunan di Papua dengan membentuk tiga provinsi baru, yaitu Papua Tengah, Papua Selatan, dan Papua Barat Daya. “Soal Papua belajarlah dari Soekarno saat pembebasan Irian Barat. Di saat seru-serunya diplomasi pembebasan, Soekarno sudah berani mengumumkan pembentukan provinsi,” katanya.

Dia mempertanyakan mengapa sekarang pemerintah dan DPR tak berani menyatakan pembentukan Provini Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Barat Daya. “Memang pemekaran ada konsekuensinya soal anggaran, tapi semestinya tak berlaku untuk Papua yang luasnya tiga setengah kali Pulau Jawa,” katanya.

Dia mengatakan, pembentukan tiga provini baru di Papua sudah melalui proses panjang dan akan sangat penting untuk memacu perkembangan wilayah serta mempersempit gerakan yang dapat menggoyahkan NKRI. “Apa susahnya bentuk lima provinsi? Untuk Papua jangan hanya merasa terbebani anggaran. Uang bisa dicari. Tapi kehilangan kedaulatan tidak akan bisa kembali,” katanya.

Dia mengingatkan jajaran pemerintah agar jangan main-main dengan isu Papua dengan menganggap remeh persoalan Papua. “Jangan tonjolkan ego sektoral. Kita harus serius,” katanya. [Antara]

Luhut : “Potong Telinga Saya Kalau Papua Merdeka”



JAKARTA—Papuacenter : Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Republik Indonesia (Menko Polhukam RI), Luhut Binsar Pandjaitan, dalam sebuah rapat tertutup dengan beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Tanah Papua beberapa waktu lalu menegaskan, Papua tidak akan merdeka.

“Potong telinga saya kalau Papua merdeka,” tegas Luhut dalam pertemuan di Kantor Kemenkopolhukam Jakarta, Kamis (23/6/2016).

“Papua tidak akan merdeka. Buktinya rakyat Papua tidak bersatu, dan ULMWP (United Liberation Movemment for West Papua) bukan representatif rakyat Papua,” begitu kata salah seorang yang turut hadir dalam pertemuan tersebut, yang tak ingin namanya disebut, meniru kata-kata Luhut.

Sumber yang sama menjelaskan, dalam pertemuan tersebut, Luhut minta dukungan DPR dan DPD asal Papua untuk mendukung beberapa agenda dan program untuk Papua yang sedang Menko Polhukam RI dorong, di antaranya penyelesaian pelangggaran HAM melalui tim yang ia bentuk, rencana pembangunan Boarding School dan rencana mendatangkan puluhan profesor dari Amerika untuk bangun Papua.[*]

Rabu, 29 Juni 2016

Tokoh Papua Ingatkan Pemerintah Soal Pertemuan Solomon



JAKARTA – Papuacenter : Koordinator Gerakan Papua Optimis, Jimmy Demianus Ijie menyatakan pemerintah seharusnya tidak meremehkan pertemuan mengenai masalah Papua di Kepulauan Solomon pada 14-16 Juli 2016. “Jangan meremehkan gerakan semacam itu. Ini ancaman serius,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (29/6/2016).

Pemerintah semestinya mengambil sejumlah langkah nyata dan strategis guna menjadi solusi komprehensif untuk menyelesaikan masalah Papua, terutama terkait manuver kelompok yang mengatasnamakan masyarakat Papua di forum internasional. “Persoalan Papua saat ini bukan lagi hanya mencakup ranah domestik, tapi sudah lama menjadi isu internasional,” katanya.

Bahkan, kata Jimmy, berbagai upaya internasionalisasi seringkali membuat posisi Indonesia serba salah dalam menyikapi persoalan di Papua. Dalam beberapa tahun terakhir kelompok-kelompok itu mengubah strategi dan tak menggunakan kekerasan, tapi melalui diplomasi.
“Sebagai bagian dari kepedulian kami kepada bangsa ini, kami minta pemerintah lebih serius urusi Papua,” kata Ketua DPRD Papua Barat 2004-2009 dan Wakil Ketua DPRD Papua Barat 2009-2014 ini.

Karena itu, Jimmy meminta pemerintah mengantisipasi pertemuan di Solomon pada 14-16 Juli mendatang. “Jangan terlalu ‘over confidence,” katanya.
Dia mengatakan, pemerintah juga perlu mempercepat pembangunan di Papua dengan membentuk tiga provinsi baru, yaitu Papua Tengah, Papua Selatan, dan Papua Barat Daya. “Soal Papua belajarlah dari Soekarno saat pembebasan Irian Barat. Di saat seru-serunya diplomasi pembebasan, Soekarno sudah berani mengumumkan pembentukan provinsi,” katanya.

Dia mempertanyakan mengapa sekarang pemerintah dan DPR tak berani menyatakan pembentukan Provini Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Barat Daya. “Memang pemekaran ada konsekuensinya soal anggaran, tapi semestinya tak berlaku untuk Papua yang luasnya tiga setengah kali Pulau Jawa,” katanya.
Dia mengatakan, pembentukan tiga provini baru di Papua sudah melalui proses panjang dan akan sangat penting untuk memacu perkembangan wilayah serta mempersempit gerakan yang dapat menggoyahkan NKRI. “Apa susahnya bentuk lima provinsi? Untuk Papua jangan hanya merasa terbebani anggaran. Uang bisa dicari. Tapi kehilangan kedaulatan tidak akan bisa kembali,” katanya.

Dia mengingatkan jajaran pemerintah agar jangan main-main dengan isu Papua dengan menganggap remeh persoalan Papua. “Jangan tonjolkan ego sektoral. Kita harus serius,” katanya. [Antara]

Selasa, 28 Juni 2016

Pimpinan KPK Datangi Kemenko Polhukam, Bahas soal Aceh-Papua


Papuacenter – Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo dan Laode Muhammad Syarif mendatangi kantor Kementerian Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan, Jakarta, Senin (27/06).

Seperti diberitakan Kompas.com, kedua pimpinan KPK tersebut tiba sekitar pukul 14.55 WIB, menggunakan mobil Toyota Camry warna hitam berplat nomor RI 97 dan langsung memasuki kantor Kemenko Polhukam.

Menurut salah satu staf KPK, Didi, pimpinan KPK akan menghadiri rapat internal terkait Aceh dan Papua yang dipimpim oleh Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan.
Saat berada di kantor Kemenko Polhukam, Didi mengatakan “Menurut jadwal mereka akan hadir di rapat internal soal Aceh dan Papua“.

Namun, hingga pukul 15.00 WIB, Luhut masih belum tiba di kantornya karena sedang menghadiri rapat internal dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Istana Wapres.[aceh.tribunnews.com]

Senin, 27 Juni 2016

Penunjukan Tito Karnavian dan Kisah Kemenangan Jokowi di Papua


Papuacenter – Salah satu sukses diraih Joko Widodo (Jokowi), saat Pemilihan umum Presiden (Pilpres) 2014 adalah terkait kemenangan di Papua.

Presiden Jokowi mendapatkan kemenang penuh di Papua dibandingkan calon lainnya saat Pilpres 2014.

Soal kemenangan orang nomor satu di Indonesia itu sempat dibeberkan oleh Komjen Tito Karnavian, calon Kapolri di depan anggota komisi III.

Saat fit and proper test, Kamis (23/6/2016) siang, dibeberkan Tito, yang kala itu menjadi Kapolda Papua, menuturkan, kemenangan Jokowi ialah karena Jokowi dua kali mengunjungi Papua.

“‎Polri saat Pilpres yang lalu, khususnya Polda Papua itu obyektif dan netral. Di Papua saat kampanye, Pak Jokowi dua kali ke sana. Pertama tim kecil dan kedua tim besar bersama keluarganya,” tutur Tito.

Saat kampanye kedua itulah, diceritakan Tito, Jokowi memperkenalkan sang istri tercinta, Iriana pada ribuah warga Papua yang berkumpul di sebuah lapangan.

“Saat itu beliau (Jokowi) bilang istri beliau, Ibu Iriana itu namanya berasal dari kata “Irian”. Karena kakek Ibu Iriana pernah menjadi guru di Irian. Itu yang buat masyarakat disana suka. Jadi karakter masyarakat Papua itu, siapa yang datang dia yang dapat. Kalau calon lain Pak Prabowo dan Pak Hatta tidak datang,” ungkap Tito.

Mendengar penjelasan Tito soal cerita kemenanganan ‎Jokowi itu, sontak seluruh anggota komisi III tersenyum dan tertawa.

“‎Kalau itu yang terjadi yang cerdas ya Pak Jokowi, karena ibu Iriana itu dari kata Irian,” ucap seorang anggota komisi III.

Menanggapi komentar itu, Tito menjawab singkat “Memang seperti itu yang terjadi pak,” katanya. [tribunnews.com]

Marak Demo Separatis, Kapolda Papua Ancam Kenakan Pidana


JAYAPURAPapuacenter : Kepolisian Daerah (Polda) Papua akan segera mengeluarkan maklumat terkait dengan kemerdekaan penyampaian pendapat di muka umum (aksi demo), menyusul banyaknya aksi-aksi demo dilakukan organisasi yang berseberangan dengan pemerintah Indonesia di tanah Papua.

Menurut Kapolda Papua, Irjen Pol Paulus Waterpauw, kemerdekaan atau kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum dijamin oleh negara, sesuai dengan deklarasi universal of human right pasal 9. Namun penyampaian pendapat itu ada aturan yang harus dipenuhi, yakni tidak mengganggu kepentingan umum dan tidak melanggar konstitusi negara.

“Maklumat Kapolda Papua itu sudah dibawa ke Mabes Polri dan sudah dibahas di bidang hukum dengan pihak-pihak pakar hukum,” kata Irjen Pol Paulus Waterpauw pada pertemuan dengan berbagai akademisi dan penggiat HAM di Jayapura, Papua, Jumat (24/6/2016) malam.

Menurutnya, negara memberikan ruang kepada semua warga negara menyampaikan pendapat dimuka umum, tetapi ada norma-norma yang harus di pedomani.
“Ada aturan hukum UU No. 9 tahun 1998 tentang pelarangan menghasut masyarakat dengan menggunakan simbol separatis, maka kelompok KNPB, OPM dan ULWDP dilarang keberadaannya. Jika tidak diindahkan akan ditindak dan akan masuk dalam daftar Surat Keterangan Catatan Kriminal (SKCK),” tegasnya.

Khusus kepada kelompok yang berseberangan, bahwa keberadaan kelompok ini tidak resmi dan bersifat separatisme karena itu Kapolda berpendapat, bagi setiap kasus pelanggaran hukum dikenakan ketentuan dalam KUHP.

Namun sebelum maklumat itu dikeluarkan, Kapolda Papua akan melakukan sosialisasi kepada Gubernur Papua, DPR Papua dan Majelis Rakyat Papua dan jajarannya serta kepada seluruh masyarakat di tanah Papua.[detik.com]

Rabu, 08 Juni 2016

Luhut Tak Mau Indonesia Dianggap Langgar HAM di Papua


JAKARTA Papuacenter : Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan akan bertolak ke Australia, Selasa (7/6/2016) malam, untuk melakukan pertemuan bilateral.

Setidaknya ada empat agenda yang akan dibicarakan dalam pertemuan tersebut.

“Ada yang memerlukan penyelidikan Komnas HAM dan penyidikan dari Kejaksaan Agung, yaitu kasus di Wasior dan Wamena. Ada juga yang sudah selesai seperti penyerangan Polsek Abepura…”

Empat agenda itu adalah masalah terorisme, proses penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Papua, keamanan global, dan soal Laut China Selatan.

“Soal Papua kami akan bicara secara global. Ada empat agenda yang akan dibicarakan,” ujar Luhut saat ditemui di kantor Kemenko Polhukam, Selasa (7/6/2016).

Terkait persoalan HAM di Papua, Luhut akan menjelaskan kepada pihak Autralia bahwa saat ini Pemerintah Indonesia memiliki komitmen untuk menyelesaikannya secara menyeluruh.
Luhut menuturkan, Australia harus mengetahui hal tersebut karena selama ini Pemerintah selalu dianggap telah melakukan pelanggaran HAM di Papua.

Dalam pertemuan tersebut Luhut juga mengajak perwakilan dari Kepolisian Daerah Papua, Komnas HAM, dan tokoh masyarakat Papua untuk bisa meyakinkan bahwa Pemerintah sedang melakukan proses penyelesaian kasus pelanggaran HAM di sana.

“Supaya mereka tahu. Selama ini kami selalu dianggap melakukan pelanggaran HAM di Papua kan. Makanya saya juga ajak dari Polda Papua, Komnas HAM dan tokoh masyarakat Papua supaya mereka bisa ikut menjelaskan,” kata Luhut.

Sebelumnya Kepala Kepolisian Republik Indonesia Badrodin Haiti mengatakan bahwa saat ini kepolisian tengah fokus dalam menyelesaikan 12 kasus dugaan pelanggaran HAM di Papua.

Menurut penuturan Badrodin, dari 12 kasus tersebut telah dibagi menjadi 6 bagian untuk ditelaah proses penyelesaiannya.

“Kami telah melakukan pemetaan, kemudian merencanakan tindak lanjutnya apa,” ujar Badrodin di kantor Kemenko Polhukam, Senin (25/4/2016).

Lebih lanjut, Badrodin menjelaskan, pendekatan yang digunakan dalam penyelesaian 12 kasus tersebut berbeda-beda.

Kasus pelanggaran HAM di Papua yang terjadi sebelum Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM disahkan, harus menunggu keputusan politik dari pemerintah dan DPR sebelum mengambil langkah lebih lanjut.

Sementara itu, untuk kasus pelanggaran HAM di Wasior dan Wamena sedang ditangani penyelidikannya oleh Komnas HAM untuk kemudian dilakukan penyidikan oleh Kejaksaan Agung.

Kasus lain seperti penyerangan kantor Polsek di Abepura, kata Badrodin, sudah dianggap selesai dan pelakunya pun sudah diadili di pengadilan HAM.

Selain itu, untuk kasus hilangnya Aristoteles Masoka, supir dari Theys Eluay, penyelesaiannya akan diserahkan kepada Polda Papua dan Kodam Cendrawasih.

Theys Eluay merupakan Ketua Presidium Dewan Papua yang jenazahnya ditemukan di daerah Koya, dekat perbatasan Papua Nugini, Minggu pagi, 11 November 2001.

“Ada yang memerlukan penyelidikan Komnas HAM dan penyidikan dari Kejaksaan Agung, yaitu kasus di Wasior dan Wamena. Ada juga yang sudah selesai seperti penyerangan Polsek Abepura. Pelakunya juga sudah diadili di pengadilan,” ucap Badrodin. [KOMPAS.com]

Warga Papua minta Jokowi resmikan pasar terbesar di Papua Barat


SORONG – PapuacenterPembangunan pasar modern bagi mama-mama Papua di Kota Sorong telah selesai. Walikota Sorong Lambert Jitmau berharap bangunan yang bersumber dari anggaran APBN senilai Rp 10 miliar tersebut, bisa diresmikan oleh Presiden Jokowi.
“Saya akan bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam waktu dekat untuk meminta beliau meresmikan pasar modern Kota Sorong,” kata Lambert Jitmau di Sorong, Selasa (7/6/2016).

Dia berujar bahwa pasar modern Kota Sorong tersebut adalah pasar termegah di seluruh Provinsi Papua Barat. Selain itu pasar tersebut akan menjadi salah satu ikon Kota Sorong.
“Pasar modern tersebut empat lantai dan akan menampung ribuan pedagang baik pedagang asli Papua maupun pedagang non Papua,” tuturnya.

Pasar modern itu, kata dia, sudah dapat ditempati oleh pedagang. Hanya saja akses jalan menuju pasar tersebut masih dalam prosese pembangunan.

Untuk memberikan akses bagi pasar modern ini, pemerintah menggusur bangunan pasar tradisional Boswesen. Hal tersebut untuk menjadi pasar modern Sorong menjadi pusat perekonomian.

“Para pedagang pasar tradisional Boswesen yang digusur tersebut akan diberikan los pada pasar modern Rufei gratis tidak dipungut biaya apapun,” ujarnya seperti dikutip dari Antara.
Walikota mengucapkan terima kasih kepada para pedagang pasar tradisional Boswesen yang tak menolak ketika digusur pemerintah Kota Sorong. “Setelah pembangunan jalan menuju pasar modern Rufei tuntas maka pasar tersebut akan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo,” ucapnya. [Merdeka.com]

Selasa, 07 Juni 2016

Saatnya Tegas terhadap Aksi-Aksi Ilegal KNPB

Papuacenter – Adalah kelompok yang menyebut dirinya sebagai Komite Nasional Papua Barat (KNPB) yang belakangan ini gencar melangsungkan aksi jalanan mendukung keanggotaan Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat atau United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dalam Melanesian Spearhead Group (MSG), sebuah blok regional yang meliputi Fiji, Vanuatu, Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon. Tujuan daripada ULMWP sendiri tampaknya tidak hanya sekedar solidaritas sesama bangsa serumpun, namun memiliki agenda politik menggalang dukungan bagi upaya separatisme dari NKRI.  KNPB juga secara aktif menggalang dukungan politik untuk kelompok Parlemen Internasional untuk Papua Barat atau International Parliamentarians for West Papua (IPWP) yang didirikan oleh aktivis Papua Merdeka, Benny Wenda, yang melarikan diri dari Indonesia dan menetap di Inggris sejak 2002.

Selain menggelar unjuk rasa, KNPB disinyalir telah menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan demokrasi dengan memanipulasi anak-anak dibawah umur untuk tujuan politik mengampanyekan aspirasi kemerdekaan. Menurut pemberitaan media massa, pada 26 April 2016, organisasi KNPB wilayah Timika memobilisasi 26 orang anak Sekolah Dasar melalui selebaran politik yang isinya mendukung aksi-aksi KNPB. Secara manipulatif, para aktivis KNPB kemudian menggunakan anak-anak yang seharusnya dilindungi tersebut sebagai ajang untuk dieksploitasi bagi kepentingan propaganda politik dengan menyebarkan foto-foto kegiatan anak-anak yang dimobilisasi tersebut melalui berbagai jaringan media sosial. Pesan politik yang hendak dibangun seolah-olah KNPB mendapat dukungan dari seluruh lapisan masyarakat, termasuk anak-anak dalam memperjuangkan masuknya ULMWP dalam MSG.

Aksi jahat KNPB tersebut terbongkar berkat kesigapan masyarakat dan pengakuan Marlin Tabuni siswa kelas 5 pada sekolah dasar Bhintuka, Timika yang menyatakan bahwa sebenarnya ia sendiri tidak mengetahui apa itu ULMWP dan apa itu pula MSG. namun ketika mereka dikumpulkan untuk hendak di foto, mereka dipaksakan untuk harus berteriak dengan suara keras “ULMWP masuk MSG” dan dipandu oleh salah seorang anggota KNPB wilayah Timika. Aksi tidak mendidik ini tentunya semakin menunjukkan bagaimana sesungguhnya sepak terjang KNPB yang jauh dari klaim memperjuangkan kepentingan masyarakat Papua.
 

Dimusuhi Rakyat

Kemuakan segenap masyarakat Papua terhadap aksi-aksi KNPB tampaknya mulai tidak terbendung dengan digelarnya sejumlah aksi kecaman atas gerakan politik KNPB. Masyarakat menilai KNPB tidak lebih dari para pembuat onar, perusak ketertiban dan keamanan, mengganggu agenda pembangunan Papua dan para “tukang klaim” yang justru bertentangan dengan aspirasi masyarakat Papua sesungguhnya. Bagi masyarakat Papua, agenda terpenting adalah menyukseskan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan dalam situasi yang aman, tenteram dan penuh kedamaian. Hal itu hanya dapat dicapai jika agenda-agenda mewujudkan kepentingan masyarakat tidak terinterupsi dengan sejumlah aksi kontra-produktif yang seolah-olah mengatasnamakan masyarakat Papua.
Pesan politik yang hendak dibangun seolah-olah KNPB mendapat dukungan dari seluruh lapisan masyarakat, termasuk anak-anak dalam memperjuangkan masuknya ULMWP dalam MSG.
Kemarahan masyarakat atas KNPB terlihat di berbagai sudut Papua. Ribuan masyarakat Sentani, termasuk para tokoh adat menggelar penolakan terhadap kelompok liar yang meresahkan yakni Komite Nasional Papua Barat atau KNPB pada Senin, 2/5/2016. Spanduk penolakan KNPB dibentang di lapangan Makam Theys Eluay. Masyarakat   sering demo anarkis dan mengganggu aktivitas masyarakat. Menurut keterangan Sarlen, koordinator aksi penolakan, KNPB adalah sumber masalah di tanah Papua dan karenanya harus ditolak. Aksi penolakan itu juga disertai dengan pembakaran bendera merah lambang KNPB sekaligus menegaskan penolakan keberadaan organisasi tersebut. Massa kemudian memasang bendera Merah Putih di atas makam Theys Hiyo Eluay sebagai bentuk dukungan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Aksi serupa juga dilakukan Masyarakat Adat Papua yang menyerukan agar seluruh rakyat Papua tidak terprovokasi oleh propaganda dan penggalangan dari KNPB. Ketua Barisan Merah Putih selaku wakil Masyarakat Adat, Ramses Ohee menyatakan bahwa gerakan yang dilakukan oleh KNPB merupakan upaya makar dan bentuk pecah-belah kerukunan antar suku maupun antara individu yang ada di tanah Papua. Karena itu, ia menghimbau agar masyarakat Papua tidak mengikuti ajakan KNPB yang bertentangan dengan aspirasi masyarakat adat Papua.

Sementara itu, di Kota Jayapura penolakan juga berlangsung dengan ditemukannya sejumlah spanduk yang menuntut pembubaran Komite Nasional Papua Barat (KNPB) di berbagai sudut kota.  Spanduk itu dipasang oleh sejumlah pemuda Papua yang tinggal di Kelurahan Bhayangkara, Distrik Jayapura Utara, yang dilakukan oleh KNPB yang selalu berakhir anarkis dan mengganggu kepentingan masyarakat luas.

Upaya provokasi, gangguan ketertiban dan keamanan, serta rongrongan terhadap integritas NKRI yang dilakukan KNPB tentu tidak dapat dibiarkan saja.


Penolakan juga berlangsung di Kabupaten Jayawijaya atas keberadaan KNPB dan United Liberation of Movement West Papua (ULMWP) di Kabupaten setempat karena aktivitas kedua kelompok tersebut dinilai sangat merusak dan mengganggu ketenteraman warga. Bahkan, masyarakat yang diwakili oleh Ketua BMP Wilayah Pegunungan Tengah Papua, Salmon Walilo, mendesak kepada pemerintah melalui aparat kepolisian untuk menindak tegas para aktivis KNPB dan ULMWP yang meresahkan masyarakat Papua dan ingin memisahkan diri dari NKRI.  Salmon juga menilai bahwa KNPB dan ULMWP tidak lebih dari sekedar grup penghasut yang terus meneror keamanan masyarakat.

Saatnya Tegas

Secara politik apa yang dilakukan oleh KNPB jelas bertentangan dengan aspirasi masyarakat luas Papua dan bertentangan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Upaya provokasi, gangguan ketertiban dan keamanan, serta rongrongan terhadap integritas NKRI tentu tidak dapat dibiarkan saja. Demokrasi tidak dapat menjadi justifikasi politik bagi teror terhadap kepentingan masyarakat Papua dan upaya makar dari kedaulatan NKRI atas Papua. Demokrasi memang memberikan ruang bagi setiap warga negaranya untuk menyampaikan aspirasi politiknya, tetapi tentu dalam koridor hukum dan memperkuat kepentingan masyarakat untuk mendapatkan akses kesejahteraan dan pembangunan yang lebih baik, bukan untuk separatis atau makar. Pemerintah karenanya perlu lebih mendengar suara-suara masyarakat Papua yang mulai resah dan terusik dengan keberadaan dan gerakan politik yang dilakukan oleh KNPB dan simpatisannya.

Kegelisahan masyarakat harus ditangkap oleh pemerintah sebagai sinyal dukungan politik agar pemerintah tidak perlu takut dan gentar menghadapi kelompok pengacau seperti KNPB. Sudah menjadi kewajiban utama setiap pemerintahan di setiap negara untuk mendengar dan memperjuangkan amanat dari warga negaranya. Para pejuang Papua telah mengikrarkan kesetiaan dan komitmen politiknya pada NKRI dan karenanya harus dijaga dan tidak boleh dikhianati oleh siapa pun. Sikap responsif pemerintah ini penting karena jangan sampai kemuakan, kegelisahan berubah menjadi amarah rakyat yang justru dapat menimbulkan gejolak sosial yang tidak diharapkan. [acehonline.info]

*) Penulis adalah pengamat politik masalah Indonesia, khususnya Aceh dan Papua. Tinggal di Batam, Kepri.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Blogger Themes | LunarPages Coupon Code