Papuacenter – Adalah kelompok yang menyebut dirinya sebagai Komite Nasional Papua
Barat (KNPB) yang belakangan ini gencar melangsungkan aksi jalanan
mendukung keanggotaan Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat atau
United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dalam Melanesian
Spearhead Group (MSG), sebuah blok regional yang meliputi Fiji, Vanuatu,
Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon. Tujuan daripada ULMWP sendiri
tampaknya tidak hanya sekedar solidaritas sesama bangsa serumpun, namun
memiliki agenda politik menggalang dukungan bagi upaya separatisme dari
NKRI. KNPB juga secara aktif menggalang dukungan politik untuk kelompok
Parlemen Internasional untuk Papua Barat atau International
Parliamentarians for West Papua (IPWP) yang didirikan oleh aktivis Papua
Merdeka, Benny Wenda, yang melarikan diri dari Indonesia dan menetap di
Inggris sejak 2002.
Selain menggelar unjuk rasa, KNPB disinyalir telah menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan demokrasi dengan memanipulasi
anak-anak dibawah umur untuk tujuan politik mengampanyekan aspirasi
kemerdekaan. Menurut pemberitaan media massa, pada 26 April 2016,
organisasi KNPB wilayah Timika memobilisasi 26 orang anak Sekolah Dasar
melalui selebaran politik yang isinya mendukung aksi-aksi KNPB. Secara
manipulatif, para aktivis KNPB kemudian menggunakan anak-anak yang
seharusnya dilindungi tersebut sebagai ajang untuk dieksploitasi bagi
kepentingan propaganda politik dengan menyebarkan foto-foto kegiatan
anak-anak yang dimobilisasi tersebut melalui berbagai jaringan media
sosial. Pesan politik yang hendak dibangun seolah-olah KNPB mendapat
dukungan dari seluruh lapisan masyarakat, termasuk anak-anak dalam
memperjuangkan masuknya ULMWP dalam MSG.
Aksi jahat KNPB tersebut terbongkar berkat kesigapan masyarakat dan
pengakuan Marlin Tabuni siswa kelas 5 pada sekolah dasar Bhintuka,
Timika yang menyatakan bahwa sebenarnya ia sendiri tidak mengetahui apa
itu ULMWP dan apa itu pula MSG. namun ketika mereka dikumpulkan untuk
hendak di foto, mereka dipaksakan untuk harus berteriak dengan suara
keras “ULMWP masuk MSG” dan dipandu oleh salah seorang anggota KNPB
wilayah Timika. Aksi tidak mendidik ini tentunya semakin menunjukkan
bagaimana sesungguhnya sepak terjang KNPB yang jauh dari klaim
memperjuangkan kepentingan masyarakat Papua.
Dimusuhi Rakyat
Kemuakan segenap masyarakat Papua terhadap aksi-aksi KNPB tampaknya
mulai tidak terbendung dengan digelarnya sejumlah aksi kecaman atas
gerakan politik KNPB. Masyarakat menilai KNPB tidak lebih dari para
pembuat onar, perusak ketertiban dan keamanan, mengganggu agenda
pembangunan Papua dan para “tukang klaim” yang justru bertentangan
dengan aspirasi masyarakat Papua sesungguhnya. Bagi masyarakat Papua,
agenda terpenting adalah menyukseskan pembangunan dan peningkatan
kesejahteraan dalam situasi yang aman, tenteram dan penuh kedamaian. Hal
itu hanya dapat dicapai jika agenda-agenda mewujudkan kepentingan
masyarakat tidak terinterupsi dengan sejumlah aksi kontra-produktif yang
seolah-olah mengatasnamakan masyarakat Papua.
Pesan politik yang hendak
dibangun seolah-olah KNPB mendapat dukungan dari seluruh lapisan
masyarakat, termasuk anak-anak dalam memperjuangkan masuknya ULMWP dalam
MSG.
Kemarahan masyarakat atas KNPB terlihat di berbagai sudut Papua.
Ribuan masyarakat Sentani, termasuk para tokoh adat menggelar penolakan
terhadap kelompok liar yang meresahkan yakni Komite Nasional Papua Barat
atau KNPB pada Senin, 2/5/2016. Spanduk penolakan KNPB dibentang di
lapangan Makam Theys Eluay. Masyarakat sering demo anarkis dan
mengganggu aktivitas masyarakat. Menurut keterangan Sarlen, koordinator
aksi penolakan, KNPB adalah sumber masalah di tanah Papua dan karenanya
harus ditolak. Aksi penolakan itu juga disertai dengan pembakaran
bendera merah lambang KNPB sekaligus menegaskan penolakan keberadaan
organisasi tersebut. Massa kemudian memasang bendera Merah Putih di atas
makam Theys Hiyo Eluay sebagai bentuk dukungan terhadap Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Aksi serupa juga dilakukan Masyarakat Adat Papua yang menyerukan
agar seluruh rakyat Papua tidak terprovokasi oleh propaganda dan
penggalangan dari KNPB. Ketua Barisan Merah Putih selaku wakil
Masyarakat Adat, Ramses Ohee menyatakan bahwa gerakan yang dilakukan
oleh KNPB merupakan upaya makar dan bentuk pecah-belah kerukunan antar
suku maupun antara individu yang ada di tanah Papua. Karena itu, ia
menghimbau agar masyarakat Papua tidak mengikuti ajakan KNPB yang
bertentangan dengan aspirasi masyarakat adat Papua.
Sementara itu, di Kota Jayapura penolakan juga berlangsung dengan
ditemukannya sejumlah spanduk yang menuntut pembubaran Komite Nasional
Papua Barat (KNPB) di berbagai sudut kota. Spanduk itu dipasang oleh
sejumlah pemuda Papua yang tinggal di Kelurahan Bhayangkara, Distrik
Jayapura Utara, yang dilakukan oleh KNPB yang selalu berakhir anarkis
dan mengganggu kepentingan masyarakat luas.
Upaya provokasi, gangguan
ketertiban dan keamanan, serta rongrongan terhadap integritas NKRI yang
dilakukan KNPB tentu tidak dapat dibiarkan saja.
Penolakan juga berlangsung di Kabupaten Jayawijaya atas keberadaan
KNPB dan United Liberation of Movement West Papua (ULMWP) di Kabupaten
setempat karena aktivitas kedua kelompok tersebut dinilai sangat merusak
dan mengganggu ketenteraman warga. Bahkan, masyarakat yang diwakili
oleh Ketua BMP Wilayah Pegunungan Tengah Papua, Salmon Walilo, mendesak
kepada pemerintah melalui aparat kepolisian untuk menindak tegas para
aktivis KNPB dan ULMWP yang meresahkan masyarakat Papua dan ingin
memisahkan diri dari NKRI. Salmon juga menilai bahwa KNPB dan ULMWP
tidak lebih dari sekedar grup penghasut yang terus meneror keamanan
masyarakat.
Saatnya Tegas
Secara politik apa yang dilakukan oleh KNPB jelas bertentangan
dengan aspirasi masyarakat luas Papua dan bertentangan dengan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Upaya provokasi, gangguan ketertiban
dan keamanan, serta rongrongan terhadap integritas NKRI tentu tidak
dapat dibiarkan saja. Demokrasi tidak dapat menjadi justifikasi politik
bagi teror terhadap kepentingan masyarakat Papua dan upaya makar dari
kedaulatan NKRI atas Papua. Demokrasi memang memberikan ruang bagi
setiap warga negaranya untuk menyampaikan aspirasi politiknya, tetapi
tentu dalam koridor hukum dan memperkuat kepentingan masyarakat untuk
mendapatkan akses kesejahteraan dan pembangunan yang lebih baik, bukan
untuk separatis atau makar. Pemerintah karenanya perlu lebih mendengar
suara-suara masyarakat Papua yang mulai resah dan terusik dengan
keberadaan dan gerakan politik yang dilakukan oleh KNPB dan
simpatisannya.
Kegelisahan masyarakat harus ditangkap oleh pemerintah sebagai
sinyal dukungan politik agar pemerintah tidak perlu takut dan gentar
menghadapi kelompok pengacau seperti KNPB. Sudah menjadi kewajiban utama
setiap pemerintahan di setiap negara untuk mendengar dan memperjuangkan
amanat dari warga negaranya. Para pejuang Papua telah mengikrarkan
kesetiaan dan komitmen politiknya pada NKRI dan karenanya harus dijaga
dan tidak boleh dikhianati oleh siapa pun. Sikap responsif pemerintah
ini penting karena jangan sampai kemuakan, kegelisahan berubah menjadi
amarah rakyat yang justru dapat menimbulkan gejolak sosial yang tidak
diharapkan. [acehonline.info]
*) Penulis adalah pengamat politik masalah Indonesia, khususnya Aceh dan Papua. Tinggal di Batam, Kepri.