Selasa, 24 Maret 2015

Goliath Tabuni, Tunjukkan Jalan Yang Benar Kepada OPM, KNPB Dkk, dengan Kembali Ia Ke Pangkuan NKRI


Suatu karunia yang luar biasa, Goliath Tabuni yang selama ini dikenal sebagai pemimpin tertinggi (Panglima Perang) OPM (Organisasi Papua Merdeka) yang begitu kuat mempertahankan ideologi OPM, akhirnya iapun kini kembali menyatakan diri sebagai bagian dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Ia bersama anak buahnya yang berjumlah sekitar 23 orang yang selama ini hidup kesusahan di dalam hutan, akhirnya kembali berbaur dengan masyarakat. Mereka tidak lagi kelaparan dan kesusahan, kini mereka tinggal di tempat yang layak sebagaimana masyarakat yang lainnya.

OPM memang ideologi yang keliru, ideologi yang muncul dari rasa keputus asaan. Bertahun-tahun keberadaannya di atas gunung, Goliath Tabuni akhirnya menyadari bahwa ideologi OPM tidaklah benar. OPM hanyalah sebuah organisasi yang meyakini ideologi atas dasar keputus asaan, putus asa karena merasa tidak mendapatkan keadilan dan kesejahteraan. Mereka meyakini bahwa bangsa serumpunnya bangsa Papua, selama ini hidup termarginalkan, hidup kesusahan dan kurang mendapatkan perhatian pemerintahan. Padahal, tidaklah demikian adanya. Akhirnya, Goliath Tabuni bersama anak buahnya, sebagaimana Nicholas Jouwe yang bahkan sebagai pendiri OPM pertama kalinya, akhirnya menyadari bahwa selama ini mereka hanyalah terbutakan oleh ideologi itu.
Kini, mereka menyadari bahwa selama ini, Pemerintah telah memberikan perhatian yang begitu besar untuk bangsa Papua. Otsus (Otonomi Khusus) misalnya. Dari namanya saja, sudah tergambar jelas bahwa Papua telah diberikan keistimewaan secara khusus. Yang mana itu artinya, bangsa Papua telah mendapatkan perhatian secara khusus, mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya.

Kenyataanpun, membuktikan demikianlah adanya. Hari ini, dapat kita rasakan bersama kemajuan bangsa Papua. Wilayahnya semakin maju, fasilitas-fasilitas semakin membaik, gedung-gedung, mall-mall, hotel-hotel dan lain sebagainya kini sudah terbangun hampir di seluruh wilayah Papua. SDM (Sumber Daya Manusia)-nya pun demikian. Kini, bukan satu dua orang lagi bangsa asli Papua yang menjadi ikon Negeri. Banyak pejabat pemerintahan yang berasa dari Papua, kaum intelektual, artis dan lain sebagainya. Nowela-lah misalnya, tidak tanggung-tanggung, ia bahkan menjadi number-one dalam laga idol. Atau dalam misal lainnya, seperti Muhamad Rivai Darus. Seorang Pemuda asli Papua, yang menjadi kebanggan negeri. Belum lama ini, ia baru saja terpilih sebagai ketua KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia).

Sejatinya, Papua mampu bangkit, mampu maju bersama-sama dengan saudara-saudaranya yang lain dari seluruh pelosok negeri. Papua mampu menjadi bangsa yang besar, bangsa yang bersatu dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Papua bukanlah bangsa yang kecil, bangsa yang menginginkan permusuhan serta keterceraiberaian. Tuhan-pun tidak menyukai perpecahan. Bangsa Papua sebagai bangsa yang taat pada Tuhan, sudah selayaknya mencintai persatuan, sebagaimana perintahNya.

Kini, Goliath Tabuni bersama anak buahnya telah kembali ke dalam pemikiran yang benar, bersatu dalam keluarga besar NKRI. Ia telah menunjukan jalan yang semestinya. Untuk itu, kepada pihak-pihak yang kini masih menginginkan terpisahnya Papua dari NKRI, agar segera sadar  dan mengikuti jekjak Goliath Tabuni. Organisasi-organisasi seperti KNPB (Komite Nasional Papua Barat), ULMWP, dsb... semoga segera tercerahkan dengan jalan yang telah ditunjukkan oleh Goliath Tabuni bersama anak buahnya.

Senin, 23 Maret 2015

LUGU-NYA KNPB dan Kawan-Kawannya, Menjadi Alat Negara Adikuasa


Hari ini, hari-hari di mana dunia ini dipenuhi dengan perang. Ada yang bermain di bidang politik, energi, ekonomi, sosial, dan lain sebagainya. Semuanya, bermula dari persaingan kepentingan pribadi, yang dipenuhi dengan penyakit keserakahan dan ketakutan tersisihkan.

Dahulu kala, kita tahu bahwa Jepang, Belanda, Inggris dan banyak negara-negara lainnya, pernah menorehkan tinta hitamnya di negeri ini dan negeri-negeri lainnya. Mereka menjadi aktor utama yang tampil sebagai sang diktator dunia. Dengan jiwa keserakahan yang haus akan kekuasaan, mereka berkelana ke sana dan ke mari, pergi dari negerinya untuk mengindas kebebasan negara-negara lainnya, yang berada dalam posisi lemah. Sungguh kita sebagai bagian negeri ini, pernah merasakan, atau setidaknya kita pernah mendengar cerita pahit itu dari para pendahulu kita.


Ironis, kepenjajahan negara-negara serakah periode silam itu, mereka tampak secara jelas. Mereka tampil secara terang-terangan, menunjukkan wajahnya sebagai penjajah, yang tentu dapat kita saksikan secara kasat mata. Khususnya di negeri kita ini, yang paling mudah saja kita lihat, adalah kepenjajahan mereka secara teritorial. Mereka menduduki berbagai wilayah negeri ini, bahkan hingga ke pelosok-pelosok yang terpencil. Mereka menjajah kita, dalam waktu yang tidak sedikit. Misalnya Jepang saja, bukan satu atau dua tahun mereka berdiri dengan kecongkakannya, menindas kebebasan di negeri kita sendiri ini. Lebih dari itu, kita tahu bahwa Belanda, ia bahkan menjajah negeri ini dalam jangka waktu yang berabad-abad. Demikianlah, kepenjajahan mereka tampak secara jelas yang dapat dengan mudah kita melihatnya.


Namun, sekarang sungguh lain berbeda. Berbagai peperangan, banyak terjadi di negeri ini, yang mana musuhnya sungguh sulit untuk diterka, tidak terlihat bagai fatamorgana. Dengan berbagai kemajuan yang dicapai oleh manusia hari ini, khususnya kemajuan secara intelektual, maka mereka-mereka yang serakah akan kekuasaan, tidak lagi tampil sebagai penjajah yang terasa secara lahir. Mereka menjajah dan menindas negara-negara jajahannya, dalam bayangan yang sungguh sulit terlihat. Tentu saja, mata-mata yang lugu, tidak akan pernah mampu menganalisa dan mengetahui mereka. Perlu akal yang sehat dan pikiran yang jernih, untuk dapat melihat semua itu.


Tidak heran, bila Ir. Soekarno sebagai bapak bangsa ini pernah mengatakan bahwa, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”. Dengan ketajaman pandangannya, seolah sang kstaria yang telah membebaskan kita dari kepenjajahan itu, mampu melihat kesulitan yang akan kita hadapi. Ya,.. benar saja, dapat kita saksikan dan kita rasakan, bahwa hari ini kita berperang dengan bangsa sendiri, di negeri kita sendiri. Pengedar narkoba, kejahatan seksual, dan lain sebagainya, semua diaktori oleh bangsa kita sendiri. Kita tidak lagi berperang secara konvensional, namun kita berperang dengan situasi yang sulit, yang justru lebih rumit dari menghadapi penjajah yang perlu dihadapi dengan angkat senjata.
Mungkin inilah yang dimaksud dengan Proxy War, yang kini sedang tren dalam istilah peperangan di dunia dan negeri ini. Para ahli intelektual mengetahui bahwa, mulai dari Timor Timur yang akhirnya harus terlepas dari negeri ini, hingga GAM-nya (Gerakan Aceh Merdeka-yang sudah relatif selesai diatasi) Aceh dan OPM-nya (Organisasi Papua Merdeka-masih eksis hingga hari ini) Papua, semua terjadi bukan secara kebetulan, semuanya didalangi oleh aktor-aktor bayangan, yang memiliki keinginan dan kepentingan terhadap negeri ini.


Lihatlah Timor Timur, kita tahu bahwa di sana terdapat potensi kekayaan alam, maka negera serakah itu mulai datang secara halus, menintervensi hingga memprovokasi saudara-saudara kita kala itu, hingga akhirnya mereka harus terpisah dari kita, bahkan melalui peperangan yang cukup panjang dan korban yang tidak sedikit. Lihat pulalah peperangan di manca negara hari ini, khususnya di daerah Timur Tengah. Dengan berbagai isu, baik terorisme hingga ISIS (Islamic State of Iraq and Syria-Daulah/Negeara Islam Iraq dan Suriah), semua berkecamuk dalam perang. Apakah mereka berperang dengan sendirinya tanpa ada dalang di balik mereka ? Tidak, tidaklah demikian. Perhatikanlah para pengamat dunia, dengan intelektual dan kejernihan berfikir, mereka dapat dengan mudah menganalisa aktor dan dalang di balik semua itu. Secara mudah saja, kita tahu bahwa negera-negara di Timur Tengah itu kaya akan sumber daya alam minyak, tentu negara-negara serakah itu akan berfikir sekeras mungkin untuk dapat memilikinya. Hanya saja, dengan kepintarannya, mereka tidaklah datang secara paksa, dengan permainan politik, mereka menghembuskan isu-isu itu, memprovokasi benih-benih perpecahan, yang pada akhirnya mereka hadir seolah atas nama “Perdamaian”, yang sebenarnya ingin menguasai dan menduduki secara kewilayahan. Sungguh cantik permainan mereka. Semua ini bukanlah analisa kosong belaka, setidaknya lihatlah kenyataannya. Sekarang, di negera-negara yang telah hancur dengan berbagai isu-isu itu, siapakah pada akhirnya yang merauk keuntungan atas Sumber Daya Alam di negeri-negeri itu ? I know, yo know who (Saya tahu, anda tahu siapa dia).


Lalu bagaimana dengan Indonesia hari ini ? Tentu saja, Indonesiapun tak luput dari sasaran penjajahan secara halus itu. Kita tahu, Negeri kita ini, kaya akan Sumber Daya Alam (SDA), khususnya di Papua yang kaya akan emas, tembaga, minyak dan lain sebagainya. Hingga kini, masih kita dengar dan kita rasakan mengenai isu OPM, hingga ISIS yang mulai menjadi isu yang hangat dibicarakan. Apakah semua itu terjadi secara kebetulan ? Tentu saja tidak. Tentu ada aktor utama di balik semua itu, yang senantiasa membuat situasa di negeri kita ini dipenuhi dengan polemik oleh bangsa sendiri. Situasi ini, seolah menjadi bom yang siap mereka ledakan, seandainya kepentingan mereka dalam penjajahan halusnya terusik dan terganggu.


Dengan demikian, sudah selayaknya kita mampu berfikir secara jernih. Mari kita hadapi itu semua. Jangan lagi ada di antara kita ada yang menjadi tangan-tangan mereka, yang ingin menjadi penghancur negeri ini. Jangan lagi ada di antara kita, mejadi insan yang lugu, terbodohi dengan semua itu. Mari kita bentengi diri dari paham-paham radikal seperti ISIS, dan dari organisasi-organisasi pemecah belah bangsa. Mari kita bentengi diri, bahkan mari kita perangi organisasi-organisasi pengkhianat bangsa seperti KNPB (Komite Nasional Papua Barat), OPM dan lain sebagainya, yang dengan lugunya mereka menjadi tangan-tangan para penjajah yang serakah akan kekuasaan dan kekayaan alam dari negeri kita ini.

Rabu, 18 Maret 2015

Pesona Kota Nabire, Gerbang Nun Biru


Kota pantai  ini terhampar di seputar “Leher Burung” pulau Papua yang terbuka ke arah perairan teluk Cendrawasih. Sangat pas dengan predikat yang disandangnya yaitu sebagai ‘Gerbang Nun Biru’. Disebut ‘Gerbang’ karena Kota ini menjadi akses utama menuju beberapa kabupaten di wilayah pegunungan Papua, seperti Paniai, Dogiyai, Deiyai, Jayawijaya dan Puncak Jaya.


Dari Kota inilah Menteri PPA, Prof. Yohana Yembise berasal. Profesor perempuan pertama dari Papua ini memang dilahirkan di Manokwari namun ia menghabiskan masa remajanya sebagai pelajar SMP dan SMA di sekolah negeri yang dibangun Pemerintah Indonesia di kota ‘Gerbang Nun Biru’ ini.


Saat saya berkunjung ke Nabire di penghujung 2014 lalu, tak ada kesan bahwa kota ini termasuk dalam daerah 3 T (Tertinggal, Terluar, Terdepan), kendati ia termasuk dalam daftar 183 Daerah Tertinggal versi Bappenas. (Lihat: http://kawasan.bappenas.go.id/ ) Untuk mencapai kota ini kita harus menempuh perjalanan sekitar satu setengah jam dengan penerbangan lokal dari Jayapura atau melalui laut selama sehari semalam.


Konon, pada masa pemerintahan penjajah Belanda, banyak penduduk wilayah Papua hingga tahun 1930 belum mengetahui bahwa ada Pemerintah yang menguasai wilayahnya, karena memang nyaris tak tersentuh pembangunan di masa penjajahan Belanda. Belanda baru membangun Pos Pemerintahan di Nabire pada 1942, itupun dilakukan demi memudahkan jangkauan penguasaan atas daerah jajahannya. Nabire ditempatkan sebagai sebuah Onder Distrik, di bawah controllir Afdeling Central Nieuw Guinea yang berkedudukan di Hollandia (Jayapura). Belanda menempatkan seorang pejabat Distrik di kota ini bernama Somin Soumokil dengan jabatan sebagai H.B.A (Hooft Bestuur Assistent) http://nabirekab.go.id/sejarah/


Kendati kota ini baru diserahkan oleh Belanda kepada Pemerintah Indonesia pada 1962 melalui New York Agreement namun hampir tak ada bekas peninggalan Belanda di kota ini baik berupa bangunan maupun monumen lainnya. Pertanyaannya, selama puluhan tahun Belanda menjajah Papua, apa yang sudah ia wariskan ?


Sementara kehadiran Pemerintah Indonesia dalam 50-an tahun di kota ini (semenjak 1962) telah membuat kota berkembang cukup signifikan nyaris sejajar dengan perkembangan kota-kota kabupaten lainnya di wilayah Indonesia lainnya.


Apalagi di masa pemerintahan Jokowi saat ini yang memberikan perhatian luar biasa terhadap pembangunan wilayah Papua, seperti program prioritas pembangunan industri, tol laut, dan transportasi kereta api untuk memudahkan pengiriman logistik dari pelabuhan ke wilayah lain di Papua. Kemudahan pengiriman barang akan berkorelasi dengan turunnya harga dan meningkatnya daya beli masyarakat setempat. http://nasional.kompas.com/read/2014/12/08/1644527/Jokowi.Janji.Bangun.Rel.Kereta.Api.di.Papua.pada.2015



Namun sayangnya di kota Nabire ini masih terdapak sekelompok orang yang ikut-ikutan bergerilya di hutan bersama kelompok OPM yang sering mengganggu kelancaran pembangunan di wilayah ini. Menurut media lokal (majalah selangkah) pada akhir Desember lalu terdapat dua napi kasus makar (20 tahun) karena membobol gudang senjata milik TNI pada 2003 dan 10 orang tahanan aktivis KNPB yang menghuni kamar tahanan Polres Nabire. Mereka sedang berurusan dengan proses hukum akibat tindak pidana yang berkaitan dengan gerakan Papua merdeka.


Kelompok masyarakat seperti ini tentu saja harus mendapatkan pencerahan dan pembinaan untuk tidak melihat kehadiran Pemerintah Indonesia (termasuk Polisi dan Tentara) sebagai musuh yang harus diperangi, tetapi mitra pembangunan yang tujuannya harus satu, yaitu membawa masyarakat Papua (termasuk di dalamnya masyarakat Nabire) semakin sejahtera dan maju. [*](Veronika Nainggolan - Kompasiana)

Perempuan Indonesia, Ayo Bangkit Melawan Kekerasan dalam Rumah Tangga


Kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT) terjadi di semua daerah di Indonesia. Dari Aceh hingga Papua.

BEGITU yang disampaikan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Prof. Dr. Yohana Susana Yembise ketika menyampaikan sambutannya di sebuah acara peringatan Hari Perempuan Sedunia yang diadakan hari ini. Hari Perempuan Sedunia sendiri, tepatnya jatuh pada tanggal 8 Maret yang lalu.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Memberikan Sambutan. Dok. Pribadi

Ibu Yohana lalu mengambil contoh Papua, tanah kelahirannya, dalam kaitannya dengan KDRT ini. Sebab menurut ibu Yohana, Papua merupakan tempat selain DKI Jakarta, dimana KDRT yang terbanyak di Indonesia terjadi.

Di Papua, ada tiga akar masalah KDRT, kata ibu menteri, yakni, pertama: we live in the manpower society — ada budaya patriarki yang sangat kuat. Kedua, minuman keras. Dan terakhir, adanya banyak perdagangan perempuan dimana para perempuan ini lalu mengganggu ketentraman banyak rumah tangga di Papua.

Pernyataan Ibu Yohana ini diamini oleh ibu Regina Maubuay dari Koalisi Perempuan Papua Bangkit, khususnya terkait dengan adat istiadat yang kemudian membuat perempuan seakan kehilangan hak-nya dalam rumah tangga.

Salah satu contoh yang diambilnya adalah tentang mas kawin.

Mas kawin dalam adat Papua jumlahnya sangat mahal. Saat ini, dalam bentuk uang, bisa setara 50 sampai 100 juta rupiah.

Yang menjadi masalah utama, bukan semata angka yang sangat besar itu tapi dampaknya.

Karena mas kawin yang sangat mahal itu, maka dalam budaya yang ada, para suami kemudian menganggap mereka boleh memperlakukan istri dengan sekehendaknya. Jika istri tak setuju akan tindakan suami, mereka akan mengatakan bahwa tak ada lagi hak istri untuk bersuara untuk menentang sebab sang suami sudah ‘membeli’ istrinya dengan mas kawin yang sangat mahal itu.

Wow !

Karena itulah, kini beberapa orang tua bahkan sama sekali tak hendak menerima mas kawin ketika anak gadisnya dipinang seorang lelaki sebab khawatir bahwa sang anak akan lalu diperlakukan semena- mena oleh suaminya dalam pernikahan jika mereka menerima mas kawin itu.

***

Selain ibu Yohana Susana Yembise dan ibu Regina Maubuay, dalam acara Peringatan Hari Perempuan Sedunia tersebut hadir pula putri ibu Regina, Ellen Rachel Aragay yang merupakan Runner Up Puteri Indonesia tahun 2014.



Ibu Regina serta Ellen, bersama psikolog ibu Rose Mini kemudian tampil dalam suatu diskusi tentang KDRT yang dipandu oleh Shahnaz Haque.

Perbincangan ini menyentuh tentang apa yang dibutuhkan dalam suatu pernikahan agar KDRT bisa dihindari.

In any case, it takes two to tango.

Jika KDRT terjadi, tak bisa hanya salah satu pihak saja yang disalahkan. KDRT terjadi karena hukum aksi dan reaksi. Dimana suatu aksi yang tak disepakati oleh pihak lain menimbulkan reaksi yang keras.

Dalam hal ini, ibu Rose Mini menggaris bawahi bahwa dalam suatu pernikahan, kemampuan komunikasi dan adaptasi sangat diperlukan.

Bayangkan, suami istri akan hidup bersama dalam waktu yang panjang, bisa puluhan tahun. Sementara kedua belah pihak tentu saja akan mengalami perkembangan, dan perubahan. Disinilah kemampuan beradaptasi kedua belah pihak, baik suami maupun istri dibutuhkan demi kelanggengan rumah tangga.

Kemampuan komunikasi dan adaptasi ini memegang peranan penting dalam penyelesaian masalah tanpa kekerasan harus muncul di dalamnya.

Nah tapi, sebelum bicara tentang kemampuan komunikasi dan adaptasi suami istri dalam pernikahan, ada karakteristik tentang perempuan dan lelaki yang dibutuhkan untuk membentuk suatu rumah tangga bahagia. Suatu rumah tangga yang diharapkan terbebas dari kekerasan di dalamnya.

Apa itu?

Untuk perempuan, karakteristik inilah yang perlu dimiliki: percaya diri, bisa menghargai diri sendiri, dan memiliki sikap yang jelas bahwa dirinya tidak mau dilecehkan.

Jika perempuan menghargai dirinya sendiri, maka orang lain juga akan menghargainya.

Pendidikan yang baik, juga penting bagi perempuan. Pendidikan, tidak hanya merujuk pada pendidikan formal. Bisa dengan cara membaca buku, mengikuti seminar, mencari informasi dari internet, misalnya. Apapun caranya, yang bisa berujung pada terbukanya wawasan.

Ellen, sang putri dari Papua Barat menyetujui pendapat ibu Rose Mini itu. Katanya, adalah tergantung pada diri perempuan sendiri bagaimana dia akan memperlakukan dirinya dan bagaimana dia ingin diperlakukan oleh orang lain.

***

Nah lalu setelah bicara dari sisi perempuan, apa dong karakteristik lelaki sejati yang diharapkan bisa menjadi suami yang baik, yang kelak diharapkan juga tak menghadirkan kekerasan dalam rumah tangganya?

Ini:

Lelaki sejati, menurut ibu Rose Mini adalah lelaki yang bertanggung jawab, care, menunjukkan kasih sayang dan bisa mengayomi perempuan.

Dengan sangat jelas, ibu Rose Mini mengatakan bahwa lelaki yang suka menyakiti perempuan (secara fisik maupun psikis, dengan perbuatan maupun verbal) adalah laki- laki yang cemen !

Lelaki yang suka menyakiti perempuan, menunjukkan lelaki yang sebenarnya tak punya kepercayaan pada dirinya sendiri. Sebab tak percaya diri inilah, dia lalu menyakiti perempuan.

Omong- omong, adakah cara (sebelum pernikahan) untuk bisa melihat apakah seorang lelaki memiliki potensi untuk melakukan kekerasan dalam rumah tangga kelak?

Ada. Perhatikan sikap dan tindak tanduknya, sifat dasarnya.

Apa yang terlihat, itulah yang akan didapatkan nanti.

Perhatikan apakah misalnya, jika dia sedang menyetir, sekedar disalip oleh kendaraan lain bisa menyebabkannya mengamuk dan melemparkan sesuatu.

Setelah itu, lihat pula cara bicaranya. Kesantuannya.

Perhatikan juga apakah dia care, dan bisa mengayomi perempuan.

***

Diskusi tentang KDRT dan pernikahan bahagia ini juga diselingi dengan perkacapan tentang bagaimana perempuan juga perlu memiliki kegiatan dimana dia bisa mengekspresikan eksistensi dirinya.

Perempuan butuh ruang untuk itu.

Perbincangan tentang KDRT dalam acara ini sama sekali bukan bertujuan untuk menyalahkan pihak manapun. Walau fokusnya pada perempuan, baik posisinya di dalam rumah tangga maupun perannya di luar rumah, tak berarti bahwa dalam hal ini lelaki bisa dinihilkan peran dan keberadaannya. Pendapat dan keinginan lelaki, tentu harus pula diperhitungkan.



Seperti telah disebutkan di atas, kedua belah pihak, baik suami maupun istri, sama- sama memiliki peran jika KDRT terjadi. Sebaliknya, jika kedua belah pihak baik suami maupun istri bisa bekerja sama dengan baik, maka masing- masing akan bisa menjadi sangat berperan dalam kesuksesan pasangannya.

Dibalik seorang istri yang sukses, ada suami luar biasa yang mendukungnya. Demikian pula, dibalik seorang suami yang sukses, ada istri yang luar biasa dan memberikan dukungannya bagi suami tercinta.

Bagaimanapun, perempuan dan laki- laki memang diciptakan untuk saling melengkapi, saling menyayangi dan pada akhirnya, bersama- sama bergandeng tangan untuk membawa kebaikan bagi semua.

Indonesia Bergetar Akibat Oplosan Papua


Roni Lau, pria kelahiran Nabire, Papua 22 Juni 1986 pada awalnya iseng-iseng menyanyikan lagu berbahasa Jawa (campursari) dengan judul “Jago Selingkuh”. Lagu itu kemudian dia buat video dan diupload ke Youtube. Tak disangka dan tak diduga, video itu telah disaksikan belasan ribu penonton. Tak ayal lagi, Roni Lau jadi kebanjiran job manggung di beberapa acara stasiun televisi nasional :

Comedy Academy - Indosiar

Inbox - SCTV

Bukan Empat Mata - Trans 7


Menurut Roni sebagaimana diungkapkan kepada harian Pikiran Rakyat, ketertarikannya terhadap lagu campursari ketika mendengar lagu-lagu yang dibawakan Didi Kempot. Waktu itu Roni masih kuliah di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta dan banyak bergaul dengan orang-orang Jawa. Jika orang Jawa jago bahasa Papua dan orang Papua jago berbahasa Jawa, mungkin orang asing akan terkecoh melihatnya.

Nasehat para leluhur yang berbunyi, “Dimana Bumi Dipijak, Disitu Langit Dijunjung”, sepertinya telah merasuk ke dalam hati sanubari Roni Lau. Harapan seluruh fans, semoga ke depan Roni Lau bisa membawakan lagu-lagu campursari bahasa Papua.

Penjajahan Babak Baru di Papua


Penjajahan, penindasan dan kesewenangan sudah berakhir. Provinsi Papua sudah terbebas dari belenggu penjajahan Belanda. Masyarakat Papua memiliki hak yang sama dengan masyarakat lainnya yang berada dalam bingkai NKRI. Masa perjuangan Pahlawan Papua dan Pahlawan nasional lainnya sudah membuahkan hasil. Kerja keras, ketekunan, pantang menyerah demi sebuah kata Merdeka dari penjajahan Belanda. Darah yang bercucuran, keringat, air mata berjatuhan tidak mengurangi semangat dan pengorbanan saat itu, kebutuhan pribadi terabaikan demi kepentingan bangsa dan Negara. Akhirnya melalui berperang, diplomasi dan perjanjian-perjanjian rakyat Papua bisa menghirup napas lega dari sebuah tirani penjajahan Belanda. Kemerdekaan Papua dari penjajahan  belanda Sudah Final. Papua merupakan bagian dari NKRI, duniapun mengakui itu.


Kilas  Sejarah

Dalam perundingan Konferensi Meja Bundar di Den Haag, tahun 1949 tercapai kesepakatan tentang penyerahan kedaulatan secara resmi kepada Indonesia dan khusus penyerahan Irian akan ‘ ditunda ‘ selama setahun. Sewaktu Indonesia menuntut penyerahan ini, Belanda melakukan tafsir ‘ ditunda ‘ yang diartikan sebagai dirundingkan kembali. Sejak itu hubungan Belanda dan Indonesia memanas.

Belanda memang tidak ingin wilayah ini jatuh ke tangan Indonesia, sejak tahun 1946, Belanda berusaha menjadikan berbagai wilayah di Indonesia sebagai negara federal yang bernaung dibawah Uni Belanda. Lebih dari itu, Belanda berkeinginan membuat Irian Barat sebagai penampungan bagi peranakan Indo yang bermukim di Indonesia atau warga negara Belanda yang di Eropa. Namun rencana ini tidak berjalan lancar.

Perjanjian itu menyebutkan Belanda harus angkat kaki paling lambat Mei 1963. Setelah serah terima dari UNTEA Perserikatan Bangsa Bangsa ke Indonesia pada Mei 1963. Presiden Sukarno berpidato pada bulan Mei 1963 dalam rapat raksasa di Merauke, Irian Barat yang dihadiri Gubernur Aceh, Hasjimi dan Gubernur pertama Irian Barat, E.J Bonay.

Irian Barat tak otomatis menjadi bagian dari Indonesia. Kesepakatan New York mengamanatkan agar Pemerintah Indonesia menyelenggarakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) Irian Barat, paling lambat akhir 1969 dengan pilihan bergabung dengan Indonesia atau merdeka.

Dalam perjalanannya Masyarakat Papua menunjukkan bukti kepada dunia bahwa mereka memiliki hak menentukan nasib sendiri. Dan penentuan nasib sendiri itu dilakukan di bawah pengawasan PBB melalui PEPERA tahun 1969.

Dalam Pepera itu tidak mungkin dilakukan one man one vote, sehingga diwakilkan kepada tokoh masyarakat atau kepala suku. Hal itu karena faktor transportasi dan masih banyak wilayah Irian yang terpencil. Kenyataan ini dipahami oleh PBB dalam sidang tanggal 19 Desember 1969, mengukuhkan hasil Pepera menjadi Resolusi no 2504, dengan 84 negara setuju, 30 negara abstain dan tidak ada satu negarapun yang menentang. Jadi secara hukum Internasional, Irian Barat sah menjadi bagian dari Republik Indonesia,

Masyarakat papua memiliki kesetaraan dengan masyarakat diwilayah lainnya, bahkan pemerintah sangat memperhatikan ketertinggalan  Papua dengan segera melakukan pembenahan disegala sektor. Papua mendapatkankan perhatian khusus dari pemerintah pusat seperti adanya otonomi khusus, jaminan kesehatan dan sarana pendidikan. Kesetaraan, toleransi dan saling menghargai merupakan wujud nyata dalam perilaku masyarakat sehari-hari di Papua, namun situasi yang damai ini terkadang di ganggu oleh sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab, demi kepentingan pribadi, jabatan dan memperkaya diri dan kelompoknya. Pertanyaannya sekarang, siapakah yang menjajah Papua saat ini???……


PAPUA DALAM BELENGGU & TEROR PENJAJAHAN KAUMNYA SENDIRI


Saat ini Papua dijajah oleh kaumnya sendiri yaitu Korupsi, separatis (OPM) dan Organisasi terlarang lainnya (Ilegal).

1.         KORUPSI

Direktur Lembaga Papua Anti Corruption Investigation, Anthon Raharusun mengatakan, kasus korupsi menjadi isu penting di Papua seiring berlakunya Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) di Papua. UU itu menjadi payung hukum bagi Pemerintah Pusat mengucurkan dana triliunan rupiah untuk Propinsi Papua guna percepatan pembangunan.

Pada 2014, misalnya, Pemerintah Pusat mengucurkan dana Otsus senilai Rp 4,7 triliun, meningkat Rp 400 miliar dibandingkan dana Otsus 2013 senilai Rp 4,3 triliun. Adapun dana Otsus 2014 untuk Papua Barat, tercatat mencapai Rp 2 triliun, meningkat Rp 200 miliar dari dana Otonomi Khusus pada 2013.

Meski Papua dan Papua Barat mendapatkan kucuran dana dalam jumlah besar lewat mekanisme Otsus, tak terlihat ada pembangunan pesat di kedua wilayah. Karenanya, dugaan korupsi oleh pejabat di kedua provinsi pun mencuat ke permukaan.

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad mengatakan, ada fenomena aneh yang terjadi di Papua jika ada kasus dugaan korupsi yang dilakukan pejabat setempat. Apa keanehan itu?
“Ada fenomena aneh di Papua. Kalau seorang pejabat digoyang kasus korupsi, dia akan memprovokasi masyarakat untuk berdemonstrasi,” kata Abraham saat mengisi pembekalan calon anggota legislatif dari PDI-P, di Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (3/7/2013).

Menurut Abraham, ia telah menerima laporan dari Kepala Polda Papua terkait penanganan korupsi di sana. Kapolda Papua memintanya berkunjung ke kantor-kantor pemerintahan di Provinsi Papua pada hari Kamis. Sebab, pada hari-hari menjelang akhir pekan, seluruh kantor pemerintahan diduga kosong karena para pejabatnya terbang ke Jakarta untuk urusan pribadi. Informasi yang diberikan kepada Abraham diperkuat dengan sejumlah bukti fisik. Salah satunya bukti pembayaran dari beberapa pejabat daerah di Papua saat menginap di hotel berbintang di Jakarta.

“Saya tanya kenapa Kamis? Katanya Kamis semua kantor bupati kosong, semua pada ke Jakarta untuk berfoya-foya. Ada bukti pembayaran di Hotel Shangrila di President Suite,”

Akhirnya rakyat Papua mendapatkan jawaban atas alibi pemerintah daerah yang menganggap Otsus gagal selama ini. Satu jawaban yang pasti saat ini adalah Dana otsus yang besar seharusnya dapat mensejahterakan rakyat melainkan dikorupsi besar-besaran tanpa sisa oleh pemerintah daerah Papua. Apabila elite Papua selalu meneriakkan “Otsus Gagal” maka tidak beda seperti melempar kotoran di muka sendiri. Elite papua seolah-olah tidak puas dengan dana otsus yang selama ini di korupsi, ada upaya memberikan statement otsus gagal dan meminta adanya perkembangan menjadi otsus Plus. Ketamakan, kerakusan dan haus jabatan mencuat dari draff yang mereka buat sepihak. Bila Otsus dinilai gagal maka seharusnya pemerintah daerah Papua melaksanakan evaluasi yang mendalam. Otsus gagal sumbernya adalah Perilaku korupsi para pejabat Papua dan tidak profesionalnya birokrat dan PNS di Papua


2.         SEPARATIS (OPM) DAN ORGANISASI TERLARANG (ILEGAL)


- TPN OPM sumber kekerasan di Papua, kelompok Organisasi Papua Merdeka terlibat dalam rangkaian peristiwa penembakan misterius dan kekerasan di Papua yang terjadi beberapa pekan terakhir. Pada awal tahun 2015 saja sudah terjadi deretan penembakan, perampasan dan premanisme seperti pemalangan dan penyanderaan yang dilakukan oleh kelompok OPM terhadap mayasrakat, aparat TNI/POLRI dan aparatur pemerintahan daerah. Pada bulan januari saja sudah tercatat berkali-kali kegiatan anarkis yang dilakukan oleh kelompok TPN OPM seperti penembakan terhadap 2 Anggota Brimob di timika dan satu security Freeport, pembakaran alat berat, Penembakan anggota Polres Lanny Jaya dan penembakan terhadap pekerja jalan di Lanny Jaya dengan tujuan melarang adanya pembangunan jalan (Cendrawasih pos, 2 feb 2015).

Aksi lainnya dengan melakukan teror terhadap pemerintah daerah dan masyarakat yang ada didaerah pegunungan, banyak sudah korban berjatuhan. Aksi empuk TPN OPM dilakukan dengan mengganggu lajuran mobil yang membawa kebutuhan pokok ke puncak jaya, dengan cara merampas dan tidak segan melakukan kekerasan, belakangan aparatur daerah disekap dan TPN OPM meminta tebusan uang sebagai pengganti keselamatan nyawanya. Aksi semacam ini seringkali terjadi Komnasham sepertinya diam ketika pelakunya TPN OPM.

- KNPB, UMLWP dan PNPB merupakan organisasi terlarang, Ilegal dan sumber konflik di tanah Papua, Rangkaian kejahatan sepertinya sudah direncanakan untuk memberikan teror dan ketidak nyamanan terhadap Masyarakat Papua. Ketenangan dan kedamaian semakin tergerus oleh ulah sekelompok orang yang haus akan kekuasaan, jabatan dan memperkaya diri. Tampak jelas antara kelompok Organisasi Ilegal dan OPM memiliki keterkaitan dan dapat merongrong kedaulatan, kedamaian dan memunculkan konflik di tanah Papua. Provokasi, hasutan, Fitnah, adu domba dan tindakan kriminal lainnya  tidak henti- hentinya mereka lakukan dan sudah menjadi bagian kegiatan dalam memuluskan akal busuk dan kepentingan mereka. Banyak organisasi di Papua yang tidak terdaftar di kesbangpol dan memiliki indikasi ter Afiliasi dengan kelompok TPN OPM. Seperti KNPB, UMLWP dan PNPB. Mereka mengatakan ini bagian dari penyatuan pergerakan politik dan separatis. Keterkaitan mereka tampak jelas dengan beberapa bukti yang tampak seperti tertangkapnya jaringan beli amunisi yang dilakukan oleh anggota KNPB di jayapura. (Bintang Papua, januari 2015)dan adanya kegiatan yang mereka lakukan bersama seperti yang baru ini dilakukan di rusunawa uncen waena kota jayapura yang mengatas namakan 3 kelompok besar yaitu KNPB, UMLWP dan PNPB, kegiatan serupa juga dilakukan di Manokwari dan Nabire.

Kelompok ini mengumpulkan masyarakat yang sedang berjualan dengan paksa, melakukan pemalangan kampus sehingga merampas hak belajar bagi mahasiswa dan hak untuk mencari nafkah bagi masyarakat. Selain itu mereka melakukan orasi provokatif, fitnah, adu domba yang berdampak pada kebencian dan permusuhan antar masyarakat dengan masyarakat maupun masyarakat dengan pemerintah. Selayaknya masyarakat Papua bisa membentengi diri dari aksi fitnah dan provokatif ini. Mereka hanya haus akan jabatan, ingin berfoya-foya dan menjadikan diri sebagai penguasa dengan menjual nama rakyat yang sebenarnya hanya demi kepentingan pribadi. Mereka dapat uang banyak dari negara asing dan hanya jalan-jalan keluar negeri untuk berfoya-foya.

Kemerdekaan Papua Sudah Final dari belenggu penjajahan Belanda.  Saatnya kita mengisi kemerdekaan dengan suka cita dengan memberikan kontribusi terhadap perkembangan pembangunan daerah dan kemajuan bangsa. Meningkatkan kemampuan diri dan mengembangkan segala potensi alam yang ada. Pembekalan kompetensi SDM dan keterampilan personal pada saat ini sangat dibutuhkan Papua.

Mari selamat kan papua dari pengaruh buruk gerakan separatis dan organisasi terlarang tersebut. Jangan sampai anak cucu kita menjadi liar, terjerumus dan buram masa depannya, masa depan ada pada generasi muda yang berbudi luhur, menghormati perbedaan dan bermoral.  Biarkan matahari tetap bersinar dipapua, masyarakat hidup berdampingan dengan damai dan tentram. Kita hanya sebagai ciptaan tuhan yang selalu ingin damai dan semoga menjadi memory yang indah pada penerus bangsa ini kelak. (red-kompasiana-Alexwarobay)

Asrida Elisabeth, Mendokumentasikan Papua dengan Mata Hati


”Saat turun dari pesawat, kami melihat seorang anak perempuan dengan perut buncit dibopong ke bandara di atas bukit. Mereka menunggu pesawat yang akan mengangkut ke rumah sakit di kota. Permukiman penduduk itu sangat jauh dari pusat pelayanan,” ujar Asrida.

Papuacenter – DIMULAI dari jalan-jalan sampai jatuh cinta dengan tanah Papua. Itulah yang dialami Asrida Elisabeth yang pertama kali menginjakkan Bumi Cenderawasih untuk menjadi pekerja sosial. Setelah empat tahun berada di tengah masyarakat Papua, Asrida merasa masih banyak yang harus dilakukannya.

Saat pertama kali menginjakkan kaki di Papua, Asrida tak pernah membayangkan akan tinggal lama di pulau burung cenderawasih ini. Setelah lulus dari Jurusan Statistik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Bali, tahun 2011, perempuan kelahiran Kampung Nanga, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, ini pergi ke Keerom, Papua. Dengan diantar sang kakak, dia berniat membantu Yohanes Djonga Pr, aktivis hak asasi manusia yang akrab disapa Pater John.

”Selama kuliah, saya sama sekali enggak tahu Papua. Untuk itulah saya pilih ikut Pater John yang sudah lama berada di Papua,” kata Asrida.

Saat itu, pihak keluarga mempertanyakan langkah Asrida yang lebih memilih kerja sosial daripada melamar menjadi calon pegawai negeri sipil. Meski begitu, dia tetap memilih untuk berkeliling Papua membantu Pater John mendokumentasikan kehidupan dan semua masalah yang dihadapi masyarakat Papua.

”Ke mana saja Pater John pergi, saya ikut. Karena sering jalan dengan Pater, sudut pandang saya jadi seperti Pater, melihat masyarakat Papua sebagai korban. Tugas saya dokumentasi, mencatat, mengantar tamu, kebanyakan wartawan,” ujar Asrida.

Selama menjadi pekerja sosial, Asrida telah melihat beragam masalah yang melilit masyarakat Papua, mulai dari kepemilikan tanah, pendidikan, kesehatan, sampai konflik antara masyarakat dan militer. Seiring berjalannya waktu, anak seorang guru di Flores, NTT, ini memilih menekuni permasalahan perempuan.


Salah satu pengalaman yang paling berkesan ketika mengunjungi Distrik Samenage, Kabupaten Yahukimo, Papua, tahun 2013. Dengan pesawat kecil, dia bersama Pater John dan lima orang lainnya merayakan Paskah sekaligus menggali informasi dari masyarakat daerah otonom baru yang diresmikan akhir tahun 2003.

”Saat turun dari pesawat, kami melihat seorang anak perempuan dengan perut buncit dibopong ke bandara di atas bukit. Mereka menunggu pesawat yang akan mengangkut ke rumah sakit di kota. Permukiman penduduk itu sangat jauh dari pusat pelayanan,” ujar Asrida.

Rombongan juga berkunjung ke sekolah yang salah satu temboknya terpasang gambar mantan Wakil Presiden Try Sutrisno. Hanya satu guru yang lulusan SMA yang mengajar untuk semua kelas. Sementara di bangunan puskesmas, rumput-rumput semakin tinggi, tak terlihat satu orang pun. ”Sedihnya, masyarakat menerima saja yang mereka alami. Mereka menyerah dan semua pelayanan pendidikan dan kesehatan yang tak memadai itu menjadi hal biasa,” katanya.


Membuat film

Tahun 2013, Asrida memilih tinggal di Kabupaten Wamena, Papua. Semakin lama berada di tengah masyarakat, kepekaan Asrida terhadap kehidupan perempuan Papua semakin terasah. Apalagi, setiap kali berkeliling dengan Pater John, dia selalu mendokumentasikan semua kegiatan masyarakat Papua sehingga dirinya pun merasa dekat sekali dengan Papua.

Hobinya dalam mendokumentasikan gambar dan video membuat Asrida bergabung dengan komunitas Papuan Voices yang membuat banyak sekali film pendek mengenai kehidupan masyarakat Papua. Beberapa kali dia terlibat dalam pembuatan film dokumenter.

Suatu saat, Asrida mengamati suasana Pasar Jimbana, Wamena. Tak sadar, pandangannya jatuh pada seorang mama yang datang dari Kampung Huguma, Distrik Kurima, Kabupaten Yahukimo. Mama Halusina memang tinggal di Yahukimo, tetapi perjalanan ke Wamena untuk menjual hasil pertaniannya lebih mudah jika berjalan ke Wamena. Rasa penasaran yang besar membuat Asrida mengikuti Halusina sampai ke rumahnya. Tak hanya sekali, kesempatan itu dilakukan beberapa kali.

Beberapa waktu kemudian, Asrida melihat lowongan Project Change 2013 yang diselenggarakan Kalyana Shira Foundation. ”Saya iseng saja mengirimkan cerita Mama Halusina ke Project Change. Sama sekali enggak menyangka, akhirnya ide cerita saya diterima Kalyana Shira,” katanya.

Project Change merupakan pelatihan untuk pembuat film muda yang mengangkat isu kesetaraan jender, baik fiksi maupun dokumenter. Kegiatan ini diprakarsai sutradara Nia Dinata.

Awalnya, Asrida ingin mengangkat cerita mengenai perjalanan Halusina yang berjalan puluhan kilometer untuk menjual sayuran hasil pertaniannya, seperti daun ubi. Selama lima jam berjalan kaki, menyusuri lembah dan menyeberang kali, kemudian disambung dengan angkutan umum.


Namun, di tengah perjalanan persiapan film dokumenter Tanah Mama, cerita berubah. Saat pulang dari Jakarta untuk mengikuti pelatihan, Asrida tak menemukan Halusina di kampungnya. Ternyata, dia sedang terlilit masalah mencuri ubi di lahan milik adik iparnya. Sesuai hukum adat, Halusina harus membayar denda Rp 1 juta atau satu ekor babi. Sementara Hosea, sang suami Halusina yang mempunyai dua istri, tak peduli dengan nasib Halusina sebagai istri pertama. Akhirnya, dengan kondisi pas-pasan, Halusina pindah ke rumah adiknya di Kampung Anjelma, Yahukimo.

Dalam film yang ditayangkan di Cinema XXI bulan Januari lalu digambarkan kehidupan sehari-hari Halusina bersama empat anaknya. Mereka tinggal di sebuah rumah beralas tanah yang dilapisi kain terpal. Di salah satu sisi rumah, mereka hidup bersama binatang peliharaan, babi.

Asrida menceritakan, untuk membuat film dokumenter itu, diawali dengan riset selama tiga bulan. ”Setelah keadaan Mama Halusina berubah, saya konsultasi dengan mentor Ucu Agustin. Saya langsung diminta segera produksi filmnya,” kata Asrida.

Untuk pengambilan gambar, Asrida sebagai sutradara dibantu kamerawan Vera Lestafa dan Produser Lini Kiki Febriyanti. Selama sepuluh hari, Asrida berusaha membuat Halusina nyaman ketika diikuti kamera ke mana pun. Dari sembilan kru film yang terlibat, hanya tiga orang yang mengikuti Halusina.

Salah satu kendala yang dihadapi adalah bahasa Wamena yang digunakan masyarakat. ”Saya dibantu banyak orang untuk menerjemahkan bahasa Wamena. Untuk menerjemahkan dibutuhkan waktu satu bulan dan editing film satu bulan,” ujar Asrida menceritakan film berdurasi 65 menit ini.

Setelah film ini ditonton banyak orang, terutama masyarakat di luar Papua, Asrida menggantungkan banyak harapan. Solidaritas untuk masyarakat Papua, kehadiran pemerintah untuk memenuhi hak-hak dasar masyarakat, dan harapan generasi penerus Papua bisa hidup lebih baik. Semoga saja harapan demi harapan bisa terwujud di Bumi Cenderawasih.  [travel.kompas.com]

Raja Ampat Tak Puas Hanya Dalam Kata


Ya… siapa yang puas jika hanya membicarakan alam Raja Ampat yang sangat mempesona? Keindahan alam darat dan lautnya yang begitu menggoda, membuat kita tak sabar untuk menjamah bumi cantiknya. Raja Ampat memiliki empat pulau besar yaitu Waigeo, Salawati, Batanta, dan Misool. Menceritakan tentang keindahan alam Raja Ampat memang tidak ada habisnya, selalu saja ada bahan yang menarik untuk diceritakan, baik dari keindahan alam darat dan laut, maupun  kearifan lokal masyarakatnya.

Kali ini, saya akan bercerita tentang alam Raja Ampat di Pulau Misool. Terletak paling selatan kepala burung Papua Barat, Misool dapat ditempuh selama 10 jam menggunakan kapal perintis, dan 5 jam menggunakan kapal cepat. Dengan jarak tempuh perjalanan yang berbeda, tentu saja harga tiketnya pun berbeda. Tiket kapal perintis bisa kita dapatkan dengan harga Rp. 60.000 saja, sedangkan untuk kapal cepat harga tiketnya Rp. 200.000. Beda harga yang lumayan jauh, tapi demi kenyamanan dan waktu semua tergantung kita masing-masing mau pilih yang mana.

Kalaupun ingin memilih yang perintis juga tidak ada salahnya, toh sama-sama akan sampai di tempat juga. Naah… sisa uang tiketnya bisa kita gunakan untuk keperluan lain selama di sana. Jangan berpikir kalau sudah sampai di Misool, kita akan menggunakan mobil untuk menuju dari tempat satu ke tempat yang lain. Itulah gunanya kita berhemat, karena uang itu akan banyak kita gunakan untuk membeli Bahan Bakar Minyak (BBM). Kampung Folley Distrik Misool Timur, adalah kampung pertama yang disinggahi kapal perintis tersebut. Jangan berpikir buruk dulu tentang keadaan di sana, karena sesungguhnya kenyataan tak seburuk yang kita pikirkan. Untuk makan dan tempat tinggal, kita tidak perlu pusing. Meskipun di sana tidak ada hotel, restoran atau warung makan, tapi kita bisa menginap di rumah-rumah warga. Warga setempat akan menyambut kita dengan hangat. Kita akan diberlakukan layaknya seorang raja, seperti kata pepatah “tamu adalah raja”.

Banyak ikan di sana, dan harganya pun sangat murah, seikat tali dengan 6 sampai 7 ekor ikan dengan ukuran yang lumayan besar hanya dihargai Rp. 10.000 saja, harga yang tak mungkin kita dapatkan di kota-kota besar. Di sana juga terdapat banyak sayuran, walaupun hanya sayur seadanya. Sebuah papan bertuliskan “Selamat Datang di Dermaga Yusuf Salim, M.Si di Kampung Folley” akan menyambut kedatangan kita di ujung jembatan tersebut. Perumahan warga yang tertata dengan rapi dan bersih akan membuat kita terheran bagaimana masyarakat setempat sangat peduli dengan lingkungannya. Di sana kita akan mendapatkan banyak hal menarik yang mungkin belum pernah kita jumpai sebelumnya seperti kearifan lokal masyarakat setempat yaitu “sasi” yang digunakan untuk melindungi tanaman agar tidak diambil dan dipanen sebelum waktunya.
Sebuah papan kecil yang bertuliskan “awas ada sasi gereja” manjadi senjata yang ampuh untuk melindungi hasil kebun masyarakat ataupun hasil lautnya.  Saat tanaman dipasang sasi, tidak ada seorangpun yang berani mengambil hasil tanaman tersebut meskipun  pemilik tanaman itu sendiri. Sasi gereja juga digunakan untuk melindungi hasil laut seperti teripang, lola, batu laga dan yang lainnya. Ketika laut sudah dilakukan upacara adat “tutup sasi” dan sudah didoakan dalam gereja, maka tak seorang pun yang berani  melanggar dan tak ada nelayan yang berani mencari ikan di wilayah sasi tersebut, sampai batas waktu yang ditentukan untuk membuka wilayah sasi tersebut. Setiap pelanggar sasi akan diberikan sanksi sesuai aturan yang sudah ditetapkan.

Bahkan di Kampung Lilinta Distrik Misool Selatan, setiap pelanggar sasi akan diberikan sanksi pasung dari pagi hingga sore hari di depan umum, sampai pelanggar tersebut mengaku dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Sanksi tersebut dimaksudkan agar pelanggar sasi tersebut jera.  Selain budaya sasi, ada juga kegiatan unik masyarakat di kampung Folley yang menarik yaitu membersihkan lingkungan secara bersama-sama setiap hari sabtu sore. Semua warga berkerjasama membersihkan lingkungan, beramai-ramai mencuci pakaian, berbondong-bondong mencari sayuran dan ikan karena pada esok harinya yaitu hari minggu, masyarakat dilarang melakukan kegiatan lain selain beribadah.

Di Misool banyak tempat wisata yang dapat kita kunjungi seperti goa keramat, tangga seribu, dan yang lainnnya. Dari Kampung Folley, kita butuh waktu sekitar 2 jam untuk menuju tangga seribu, dari tangga seribu sekitar 30 menit kita bisa sampai di Goa Keramat. Dua jam perjalanan tak akan membuat kita bosan, karena ditengah-tengah perjalanan kita akan disuguhkan berbagai macam keindahan alam seperti hutan bakau, pasir putih, dan jika beruntung kita bisa menyaksikan ratusan burung yang sedang menyambar ribuan ikan di bawahnya, terlihat seperti air mendidih. Tidak sampai di situ, saat kita menundukkan kepala ke bawah, kita akan melihat aquarium raksasa dengan air yang transparan sehingga membuat segala aktifitas ikan dan karang dalam laut terlihat semua. Mata kita akan dimanjakan dengan indahnya warna-warni ikan dan karang yang menawan. Ada juga hal menarik yang tak boleh dilewatkan, yaitu perumahan di atas laut milik warga yang tersusun dengan rapi bagaikan sebuah resort mahal.  Siapa yang menyangka kalau di dalam  perumahan tersebut tersedia pula sarana olah raga seperti voley dan bola kaki, dan tentu saja semua terbuat dari kayu. Meskipun rumah mereka berdiri di atas laut, tapi terlihat bersih dan tak ada sampah berserakan di laut. Mereka lebih sadar bahwa saat mereka berlaku baik terhadap alam, maka alampun akan memberikan yang terbaik untuk mereka.


aaah….. Raja Ampat memang begitu mempesona… (Urmila Waty-kompasiana)

Kamis, 12 Maret 2015

Pokja Papua UGM Gelar Diskusi Film ”Tanah Mama”


YOGYAKARTA Papua Center: Pokja Papua UGM menggelar pemutaran dan diskusi film ”Tanah Mama”, acara tersebut diselenggarakan di Hall Fisipol UGM.

Diskusi film dihadiri oleh Nia Dinata selaku produser film, Kepala Pokja Papua UGM Bambang Purwoko, peneliti Pokja Papua UGM Arie Ruhyanto, dan dosen Fisipol UGM Desintha Asriani.
Bambang Purwoko mengatakan, pemutaran dan diskusi film dokumentasi ”Tanah Mama” itu untuk mengungkapkan realitas kehidupan para perempuan Papua yang belum sepenuhnya diketahui banyak oleh publik.

Menurutnya, persoalan dan tantangan yang dihadapi oleh perempuan Papua bukan hanya sebatas bagaimana melahirkan bayi mereka tanpa pelayanan kesehatan yang memadai, tetapi juga bagaimana membesarkan anak-anak dengan segala keterbatasan dan sekaligus berperan menjadi roda penggerak perekonomian keluarga.

”Ketertinggalan pembangunan, nilai-nilai kultural dan keterbatasan akses kesehatan dan pendidikan ternyata sangat mempengaruhi para perempuan Papua,” katanya.

Dalam kesempatan itu, dia menyampaikan kegiatan pemberdayaan masyarakat Papua telah dilakukan Pokja UGM diharapkan mampu meningkatkan sebagian kualitas hidup para perempuan Papua.
Menurutnya, kalangan akademisi UGM akan terus ikut memberikan advokasi pemberdayaan perempuan Papua sehingga memberikan efek positif terhadap pembangunan SDM Papua.
”Sementara ini yang kita lakukan lewat pelaksanaan KKN PPM UGM dan advokasi kebijakan pemerintah daerah dan provinsi di Papua,” ujarnya.

Nia Dinata selaku produser film tersebut mengungkapkan, film garapannya tersebut merupakan film dokumenter dengan format drama naratif yang berupaya merekam kehidupan Mama Halosina, seorang ibu di Papua yang hidup di perkampungan ladang di lembah pedalaman Yahukimo, sekitar lima jam jalan kaki dari pinggiran kota Wamena.

”Perempuan yang dipanggil mama itu harus berjuang menghidupi diri dan empat anaknya setelah suaminya kawin lagi,” katanya.

Dalam film tersebut, Halosina terpaksa mencuri ubi di kebun adik iparnya untuk memberi makan anak-anaknya karena suaminya tidak membukakan lahan baginya untuk bercocok tanam.

Halosina pun mendapat sanksi denda diharuskan mengganti kerugian sejumlah Rp 500.000 akibat tindakannya tersebut oleh ketua adat setempat. Tak punya uang sepeser pun, Halosina akhirnya kabur dari desanya, dan bersembunyi di rumah saudaranya di kampung sebelah.

Namun, ancaman denda terus mengejarnya, walau ia dengan gigih berupaya menempuh jalan damai dengan membujuk dan meminta maaf sang adik ipar.

Menurutnya, film dokumentasi itu diharapkan mampu menjadi tontonan alternatif yang lebih nyata mengenai gambaran masyarakat Papua terutama sosok perempuan Papua meski belum mampu merepresentasikan kehidupan masyarakat Papua secara utuh.

”Kiranya film ini dapat menjadi media untuk dapat saling memahami di antara masyarakat Indonesia mengenai kehidupan di pedalaman Papua,” tambahnya. [suaramerdeka.com]

Rabu, 04 Maret 2015

Ini Perusahaan Tiongkok yang Ingin Bangun Smelter Papua


Jakarta Papua Center: Sebuah perusahaan Tiongkok disebut ingin membangun pabrik pengolahan dan pemurnian alias smelter tembaga di Papua. Nama perusahaan itu disebut Non-Ferrous China Company (NFC).

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, R. Sukhyar mengatakan Non-Ferrous China Company (NFC) adalah investor yang bakal digandeng pemerintah daerah Mimika, Papua, untuk membangun smelter tersebut.

Tapi Sukhyar menegaskan, jika NFC ingin terlibat dalam proyek smelter, perusahaan Tiongkok itu harus memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Khusus.

“Jadi kewenangannya ada di bawah kementerian ESDM. Yang pasti mereka bukan IUI (Izin Usaha Industri),” ujar Sukhyar di Jakarta, Senin (2/3/2015).

Sukhyar menerangkan, proyek smelter tembaga di Papua akan memiliki kapasitas daya serap konsentrat 900 ribu ton per tahun.  Rencananya, pasokan konsentratnya sendiri berasal dari hasil pertambangan yang dilakukan PT Freeport Indonesia di daerah Mimika.

Diperkirakan, smelter yang sedianya akan dibangun pada 2019 mendatang tersebut akan menelan biaya investasi mencapai US$ 1 miliar atau berkisar Rp 12,5 triliun.

“Karena someday produksi konsentrat Freeport bisa sampai 3 juta sampai 3,8 juta ton per tahun jadi selain ke PT Smelting dan smelter perusahaan di Gresik, sebagian konsentrat juga akan dikirim ke smelter Papua,” tutur Sukhyar.

Berdasarkan informasi yang dikumpulkan CNN Indonesia, NFC merupakan perusahaan industri pertambangan asal Tiongkok yang menggunakan teknologi Kanada di dalam pembangunan smelter di sejumlah negara.

Dalam pengerjaan smelter di Papua, NFC akan menggandeng salah satu bank investasi di Amerika Serikat, sebagai penyandang dana pembangunan.

Setelah proyek selesai, kepemilikan smelter akan dilimpahkan ke bank tersebut. Adapun pembangunan smelter di Papua membutuhkan waktu sampai 52 bulan dan digarap di atas lahan seluas 650 hektare di kawasan industri Mimika.[CNN Indonesia]

Selasa, 03 Maret 2015

Putra Papua Pimpin KNPI


Calon dari Papua terpilih menjadi Ketua Umum DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia dalam konggres di Jayapura yang berakhir 1 Maret 2015. Muhamad Rivai Darus terpilih untuk tiga tahun ke depan menggantikan Taufan EN Rotorasiko.

Kemenangan Rivai pada Kongres XIV menandakan kebangkitan orang-orang Papua, setelah sebelumnya Bahlil Lahadalia terpilih sebagai Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia. Bursa pemilihan Ketua Umum KNPI diramaikan oleh 8 kandidat yaitu Ahmad Sahroni, Muhammad Rifai Darus, M Guntur, Maruli Silaban, Arif Mustofa, Arnold Udam, Bintang Prabowo, dan Abidam C Yadash.

Dalam kongres yang molor hingga 1 Maret itu, Muhamad Rivai Darus menyingkirkan saingan terberatnya Ahmas Sahroni melalui dua putaran. Pada putaran pertama yang diikuti 8 kandidat, Rivai dan Sahroni mengusai suara. Sementara kandidat lain tidak ada di atas 10 suara. Rivai memperoleh 88 suara dan Sahroni 80 suara dari total 187. Karena tidak ada yang ada yang penuhi 50 prsen plus 1, akhirnya dilanjutkan ke putaran kedua.

Rivai kemudian memperoleh 121 suara melawan 62 dari total 183 suara. Sisanya abstain. Kemenangan itu disambut gembira, GOR Cenderawasih kemudian bergemuruh.
Kepercayaan menjadi ketua umum DDP KNPI, kata Rivai, akan dimanfaatkan untuk konsolidasi seluruh pemuda Indonesia, untuk mempererat persatuan dan kesatuan berbangsa. “Saya juga ingin tunjukan, bahwa Pemuda Indonesia masih ada dan terus ada untuk negeri ini,” katanya.
Gubernur Provinsi Papua Lukas Enembe dalam sambutannya usai menutup resmi Kongres KNPI ke XIV mengatakan, terpilihnya Rivai Darus sebagai ketua KNPI pusat membuktikan, bahwa pemuda Papua punya potensi atau kemampuan untuk berkaya di level nasional. “Saat ini memang sedang terjadi masa kebangkitan orang Papua,” katanya, mengklaim.

Profil Rifai Darus, SH
Nama Lengkap : Rifai Darus, SH
Tempat, Tanggal Lahir: Jayapura, 8 Juni 1976

Riwayat Pendidikan
MI Ash-Shalihin Abepura Jayapura – 1988
SMPN-4l PS.Minggu Jakarta Selatan  -1991
MA Al-Muayyad Surakarta – 1994
Fakultas Hukum Universitas Cendrawasih 2006

Riwayat Organisasi
Sekretaris DPD Partai Demokrat Papua 2011-2016
Ketua Pengrov Taekwondo Indonesia 2010-2014, Jayapura
Pembina Papua Corruption Watch (PCW)
Anggota Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Papua
Ketua DPD Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Papua
PW Lembaga Kajian & Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) Nahdlatul Ulama Papua
Wakil ketua Majelis Muslim Papua
Ketua Center for Indonesia Development Review (CIDEV)
Ketua Asosiasi Pemasok Energi & Batubara Indonesia (Aspebindo) Papua
Ketua Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) Papua

Riwayat Karir/Pekerjaan
Direktur Utama PT. Harakatuna, Jayapura
Komisaris Utama PT. Karya Bhakti Energi, Jakarta
Dirut PT. Putra Papua Mandiri, Jakarta

Src : Zonadamai

Senin, 02 Maret 2015

Freeport Siap Pasok Konsentrat ke Smelter Papua

TIMIKA - Papua Center : PT Freeport Indonesia menyatakan siap memasok kebutuhan konsentrat ke pabrik smelter yang akan dibangun Pemerintah Provinsi Papua bekerja sama dengan pihak investor lain di kawasan industri Timika.

Presdr Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin di Timika mengatakan dari hasil kunjungan kerja Komisi VII DPR RI ke Timika dan Tembagapura beberapa hari lalu sudah ada sinyalemen bahwa para wakil rakyat di Senayan mendukung rencana pengembangan pabrik smelter di kawasan Gresik, Jawa Timur.

Pengembangan kapasitas pabrik smelter di Gresik, Jawa Timur itu lantaran Freeport dikejar tenggat waktu untuk harus membangun industri pengolahan dan pemurnian biji tambang dalam negeri yang sudah harus beroperasi pada 2017.

“Kalau di Gresik itu hanya pengembangan karena sebelumnya sudah ada. Rencana pengembangan kapasitas smelter di Gresik itu sudah kita bicarakan dengan Komisi VII dan Komisi VII sudah memberikan sinyalemen kepada kita. Karena ini untuk memenuhi kapasitas konsentrat nasional,” jelas Maroef, Ahad (1/3/2015).

Kendati harus mengembangan kapasitas smelter di Gresik untuk memenuhi amanah UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba, namun pihak Freeport menyatakan akan mendukung penuh jika industri smelter di Papua yang dibangun oleh Pemda bersama pihak investor lain sudah bisa beroperasi.

“Freeport akan memberikan suplai konsentratnya setelah smelter yang dibangun oleh Pemda Papua sudah terbangun. Karena pembangunan smelter di Papua dilakukan oleh Pemda Papua sendiri bekerja sama dengan investor lain. Pemda Papua sendiri menyatakan kesanggupan untuk membangun smelter sendiri di Provinsi Papua,” jelasnya. [REPUBLIKA.CO.ID]

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Blogger Themes | LunarPages Coupon Code