BEGITU yang disampaikan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Prof. Dr. Yohana Susana Yembise ketika menyampaikan sambutannya di sebuah acara peringatan Hari Perempuan Sedunia yang diadakan hari ini. Hari Perempuan Sedunia sendiri, tepatnya jatuh pada tanggal 8 Maret yang lalu.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Memberikan Sambutan. Dok. Pribadi
Ibu Yohana lalu mengambil contoh Papua, tanah kelahirannya, dalam kaitannya dengan KDRT ini. Sebab menurut ibu Yohana, Papua merupakan tempat selain DKI Jakarta, dimana KDRT yang terbanyak di Indonesia terjadi.
Di Papua, ada tiga akar masalah KDRT, kata ibu menteri, yakni, pertama: we live in the manpower society — ada budaya patriarki yang sangat kuat. Kedua, minuman keras. Dan terakhir, adanya banyak perdagangan perempuan dimana para perempuan ini lalu mengganggu ketentraman banyak rumah tangga di Papua.
Pernyataan Ibu Yohana ini diamini oleh ibu Regina Maubuay dari Koalisi Perempuan Papua Bangkit, khususnya terkait dengan adat istiadat yang kemudian membuat perempuan seakan kehilangan hak-nya dalam rumah tangga.
Salah satu contoh yang diambilnya adalah tentang mas kawin.
Mas kawin dalam adat Papua jumlahnya sangat mahal. Saat ini, dalam bentuk uang, bisa setara 50 sampai 100 juta rupiah.
Yang menjadi masalah utama, bukan semata angka yang sangat besar itu tapi dampaknya.
Karena mas kawin yang sangat mahal itu, maka dalam budaya yang ada, para suami kemudian menganggap mereka boleh memperlakukan istri dengan sekehendaknya. Jika istri tak setuju akan tindakan suami, mereka akan mengatakan bahwa tak ada lagi hak istri untuk bersuara untuk menentang sebab sang suami sudah ‘membeli’ istrinya dengan mas kawin yang sangat mahal itu.
Wow !
Karena itulah, kini beberapa orang tua bahkan sama sekali tak hendak menerima mas kawin ketika anak gadisnya dipinang seorang lelaki sebab khawatir bahwa sang anak akan lalu diperlakukan semena- mena oleh suaminya dalam pernikahan jika mereka menerima mas kawin itu.
***
Selain ibu Yohana Susana Yembise dan ibu Regina Maubuay, dalam acara Peringatan Hari Perempuan Sedunia tersebut hadir pula putri ibu Regina, Ellen Rachel Aragay yang merupakan Runner Up Puteri Indonesia tahun 2014.
Ibu Regina serta Ellen, bersama psikolog ibu Rose Mini kemudian tampil dalam suatu diskusi tentang KDRT yang dipandu oleh Shahnaz Haque.
Perbincangan ini menyentuh tentang apa yang dibutuhkan dalam suatu pernikahan agar KDRT bisa dihindari.
In any case, it takes two to tango.
Jika KDRT terjadi, tak bisa hanya salah satu pihak saja yang disalahkan. KDRT terjadi karena hukum aksi dan reaksi. Dimana suatu aksi yang tak disepakati oleh pihak lain menimbulkan reaksi yang keras.
Dalam hal ini, ibu Rose Mini menggaris bawahi bahwa dalam suatu pernikahan, kemampuan komunikasi dan adaptasi sangat diperlukan.
Bayangkan, suami istri akan hidup bersama dalam waktu yang panjang, bisa puluhan tahun. Sementara kedua belah pihak tentu saja akan mengalami perkembangan, dan perubahan. Disinilah kemampuan beradaptasi kedua belah pihak, baik suami maupun istri dibutuhkan demi kelanggengan rumah tangga.
Kemampuan komunikasi dan adaptasi ini memegang peranan penting dalam penyelesaian masalah tanpa kekerasan harus muncul di dalamnya.
Nah tapi, sebelum bicara tentang kemampuan komunikasi dan adaptasi suami istri dalam pernikahan, ada karakteristik tentang perempuan dan lelaki yang dibutuhkan untuk membentuk suatu rumah tangga bahagia. Suatu rumah tangga yang diharapkan terbebas dari kekerasan di dalamnya.
Apa itu?
Untuk perempuan, karakteristik inilah yang perlu dimiliki: percaya diri, bisa menghargai diri sendiri, dan memiliki sikap yang jelas bahwa dirinya tidak mau dilecehkan.
Jika perempuan menghargai dirinya sendiri, maka orang lain juga akan menghargainya.
Pendidikan yang baik, juga penting bagi perempuan. Pendidikan, tidak hanya merujuk pada pendidikan formal. Bisa dengan cara membaca buku, mengikuti seminar, mencari informasi dari internet, misalnya. Apapun caranya, yang bisa berujung pada terbukanya wawasan.
Ellen, sang putri dari Papua Barat menyetujui pendapat ibu Rose Mini itu. Katanya, adalah tergantung pada diri perempuan sendiri bagaimana dia akan memperlakukan dirinya dan bagaimana dia ingin diperlakukan oleh orang lain.
***
Nah lalu setelah bicara dari sisi perempuan, apa dong karakteristik lelaki sejati yang diharapkan bisa menjadi suami yang baik, yang kelak diharapkan juga tak menghadirkan kekerasan dalam rumah tangganya?
Ini:
Lelaki sejati, menurut ibu Rose Mini adalah lelaki yang bertanggung jawab, care, menunjukkan kasih sayang dan bisa mengayomi perempuan.
Dengan sangat jelas, ibu Rose Mini mengatakan bahwa lelaki yang suka menyakiti perempuan (secara fisik maupun psikis, dengan perbuatan maupun verbal) adalah laki- laki yang cemen !
Lelaki yang suka menyakiti perempuan, menunjukkan lelaki yang sebenarnya tak punya kepercayaan pada dirinya sendiri. Sebab tak percaya diri inilah, dia lalu menyakiti perempuan.
Omong- omong, adakah cara (sebelum pernikahan) untuk bisa melihat apakah seorang lelaki memiliki potensi untuk melakukan kekerasan dalam rumah tangga kelak?
Ada. Perhatikan sikap dan tindak tanduknya, sifat dasarnya.
Apa yang terlihat, itulah yang akan didapatkan nanti.
Perhatikan apakah misalnya, jika dia sedang menyetir, sekedar disalip oleh kendaraan lain bisa menyebabkannya mengamuk dan melemparkan sesuatu.
Setelah itu, lihat pula cara bicaranya. Kesantuannya.
Perhatikan juga apakah dia care, dan bisa mengayomi perempuan.
***
Diskusi tentang KDRT dan pernikahan bahagia ini juga diselingi dengan perkacapan tentang bagaimana perempuan juga perlu memiliki kegiatan dimana dia bisa mengekspresikan eksistensi dirinya.
Perempuan butuh ruang untuk itu.
Perbincangan tentang KDRT dalam acara ini sama sekali bukan bertujuan untuk menyalahkan pihak manapun. Walau fokusnya pada perempuan, baik posisinya di dalam rumah tangga maupun perannya di luar rumah, tak berarti bahwa dalam hal ini lelaki bisa dinihilkan peran dan keberadaannya. Pendapat dan keinginan lelaki, tentu harus pula diperhitungkan.
Seperti telah disebutkan di atas, kedua belah pihak, baik suami maupun istri, sama- sama memiliki peran jika KDRT terjadi. Sebaliknya, jika kedua belah pihak baik suami maupun istri bisa bekerja sama dengan baik, maka masing- masing akan bisa menjadi sangat berperan dalam kesuksesan pasangannya.
Dibalik seorang istri yang sukses, ada suami luar biasa yang mendukungnya. Demikian pula, dibalik seorang suami yang sukses, ada istri yang luar biasa dan memberikan dukungannya bagi suami tercinta.
Bagaimanapun, perempuan dan laki- laki memang diciptakan untuk saling melengkapi, saling menyayangi dan pada akhirnya, bersama- sama bergandeng tangan untuk membawa kebaikan bagi semua.
0 komentar:
Posting Komentar