Sebagai contoh, berikut saya kutipkan sepenggal tulisan mengenai tuntutan dihentikannya pelanggaran HAM di Papua.
Pada situs papuapos.com, dalam berita hari senin tanggal 19 Mei 2014 berjudul "Pelanggaran HAM di Papua Harus Diselesaikan ", pada paragraf pertama tertulis "BIAK [PAPOS] - Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Papua Barat, Yan Christian Warinussy mengingatkan masyarakat Papua untuk tetap berjuang melawan adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di atas Tanah Papua. Ia katakan, meskipun pemerintahan dan parlemen bergantian namun semua pelanggaran HAM harus tetap diselesaikan."
Selain berita tersebut, mungkin para pembaca juga masih ingat mengenai santernya suara perdana mentri Vanuatu di Jenewa pada tahun lalu. Ia menyuarakan isu banyak terjadinya pelanggaran HAM di Papua, bahkan ia katakan tiap hari ? Sungguh luar biasa dan ironis sekali. Mungkin ia berlaga ingin menjadi pembela rakyat Papua untuk isu kosong yang ia suarakan.
Pertanyaannya adalah, benarkah terjadi banyak pelanggaran HAM di Papua ? Pelanggaran HAM apa yang terjadi dasawarsa ini ? Kalaupun dikatakan ada, kapankah pelanggaran-pelanggaran tersebut terjadi ? Apakah pelanggaran tersebut terjadi dalam dasawarsa sekarang ini?
Selain itu, yang perlu dipertanyakan juga adalah, benarkah apa yang mereka tuntut itu adalah semata-mata karena banyaknya pelangaran HAM di sana ? Ataukah semua itu hanya bingkai dibalik kepentingan pribadi pihak tertentu ?
Bagi penulis, tuntutan mereka tersebut cukup lucu dan menggelikan. Bukan karena penulis berusaha menutup mata bahwa di Papua tidak pernah terjadi pelanggaran HAM, namun berapa banyak kah pelanggaran HAM yang terjadi di sana ? Begitu bombastiskah jumlahnya dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya, baik dalam lingkup nasional ataupun internasional sehingga harus disuarakan dan dielu-elukan secara berlebihan ?
Mengingat hal tersebut, sangat memungkinkan menurut penulis ada kepentingan lain dibalik esensi yang mereka suarakan. Ada esensi lain selain dari tuntutan pelanggaran HAM yang mereka sampaikan. Pasti ada pihak tertentu yang secara sengaja melakukan hal ini. Mereka secara sengaja mengelu-elukan isu ini untuk membingkai kepentingan mereka yang terselubung.
Siapakah aktor dibalik semua itu ? Memang cukup sulit untuk mengetahui siapa aktor utamanya. Bisa saja yang menjadi aktor semua itu adalah para penyuara itu sendiri, namun bisa saja tidak demikian.
Bisa saja aktor utama di balik semua itu adalah pihak lain yang berhasil menghasut para penyuara pelanggaran HAM. Hal tersebut tidaklah mengherankan, karena Papua memang wilayah strategis yang kaya akan sumber daya alam dan cukup menjadi perhatian banyak pihak, baik dari lingkup dalam negeri ataupun lingkup internasional.
Dengan semua itu, bisa saja aktor di balik semua itu adalah pihak asing. Dengan kelihaian berpolitiknya, mereka secara sengaja menyusun semua itu untuk kepentingan mereka. Betapa tidak, disadari atau tidak begitu banyak pihak asing yang memang terkait dengan Papua yang kaya akan sumber daya alam ini, seperti Amerika yang memilki perusahaan Freeport di Timika Papua.
Namun, yang terpenting adalah bagaimana kita menyikapi semua itu, terlepas dari siapa aktor dan apapun faktornya. Marilah kita bersikap lebih cerdas, atas fakta dan kebenaran yang terjadi. Mari kita lihat kondisi Papua yang kini banyak mengalami kemajuan dibandingkan sebelumnya.
Tidak ada pelanggaran HAM yang terjadi dasawarsa ini, bahkan jauh-jauh ke tahun-tahun yang telah silam. Pelanggaran HAM memang mungkin pernah terjadi, tapi hal itu sudah usang dan lama sekali. Hal tersebut sudah tidak layak diangkat-angkat kembali, karena tujuan kita adalah kemajuan Papua yang sekarang dan untuk ke depan. Hal tersebut senada dengan apa yang disampaikan oleh Nickolas Messet sebagai salah satu tokoh Papua, bahwa setelah era reformasi bergulir tanah Papua jauh lebih baik. Menurutnya, saat ini Papua sedang mengalami pertumbuhan ekonomi dan perkembangan infrastruktur yang baik, termasuk untuk bidang penegakan hukum.
"Memang kita tidak menyangkal, benar ada pelanggaran HAM di tahun-tahun 1970-an dari Aceh sampai Papua. Ada pelanggaran HAM besar-besaran di saat orde baru memerintah. Tapi sejak tanggal 21 Mei 1998, turunnya Soeharto, pelanggaran HAM sudah tidak ada lagi" tegas Nickolas Messet, terkait dengan tanggapannya terhadap ocehan perdana menteri Vanuatu tahun lalu.
Dengan semua itu, bila dasarwarsa ini masih ada yang mengelu-elukan pelanggaran HAM di Papua, hal tersebut sungguh lucu didengar.
Marilah kita rapatkan barisan. Bila pernah terjadi hal yang buruk di massa silam, biarlah hal tersebut menjadi pelajaran bagi kita untuk lebih baik ke depannya. Mari kita sama-sama membangun Papua yang kita cintai ini secara cerdas. (BM)
0 komentar:
Posting Komentar