Dalam
suatu kajian filsafat, penulis pernah mendapatkan suatu ilmu bahwa manusia pada
dasarnya terdiri dari dua unsur, yakni raga sebagai unsur fisik dan ruh sebagai
unsur bathin. Raga sebagai unsur fisik, merupakan bagian dari diri manusia yang
bersifat materi dan inderawi, sedangkan unsur ruh merupakan bagian dari diri
manusia yang bersifat nonmateri dan non inderawi.
Dalam
hal ini, ruh dapat dikatakan lebih atau bahkan sebagai inti dari diri manusia bila
dibandingkan dengan raganya yang berfungsi hanya sebagai cover/fisik. Pada
dasarnya, raga manusia hanyalah seonggok
materi yang tidak berbeda dengan benda lainnya yang juga bersifat materi. Batu,
tanah, besi dan benda-benda lainnya tidak berbeda dengan raga manusia dari segi
kemateriannya. Namun, karena manusia memiliki unsur ruh dalam dirinya seperti
yang sudah disinggung di awal, maka manusia menjadi jauh berbeda dari
benda-benda lainnya.
Kaitannya
dengan hal tersebut, ruh manusia juga dibagi lagi ke dalam empat daya. Pertama,
ruh daya tambang, kemudian ruh daya nabati, hewani dan yang terakhir ruh daya
akal. Secara ringkas, penulis akan bahas sedikit mengenai ruh daya hewani dan
ruh daya akal yang ada pada manusia, yang mana hal ini diperlukan sebagai
pengantar untuk tujuan tulisan kali ini.
Ruh
daya hewani, merupakan daya ruh manusia yang berkaitan dengan diri manusia, di mana
dengannya manusia memiliki kemampuan untuk bergerak dan merasakan sesuatu, baik
yang disukainya ataupun dibencinya. Sedangkan ruh daya akal, adalah daya ruh
yang dengannya manusia mampu mengetahui hal-hal yang bersifat universal,
membedakan antara yang benar dan yang salah, antara yang baik dan buruk.
Kedua
daya ruh tersebut memiliki peranan yang sangat penting bagi manusia, namun
perlu keseimbangan dalam proses aksi/kerjanya. Ruh daya hewani yang dengannya
manusia memiliki perasaan suka, cinta, benci, dsb, membuat manusia memiliki
motivasi untuk melakukan sesuatu. Misalnya, dengan manusia mempunyai rasa suka
terhadap makanan, maka ia akan memiliki motivasi untuk berusaha mencarinya.
Dengan adanya rasa suka manusia atas kekayaan, maka ia akan berusaha untuk mendapatkannya.
Hanya saja, dengan adanya daya perasaan yang diperlukan sebagai motivasi
manusia untuk mendapatkan sesuatu tsb, maka ia akan sangat berbahaya apabila tidak
diiringi dengan pengntrolan. Misanya, dengan adanya perasaan manusia yang cinta
akan kekayaan, bila tida ada pengontrolan terhadapnya, maka manusia akan
berusaha mendapatkannya dengan cara apapun, baik itu dengan cara yang baik,
ataupun dengan cara yang tidak baik, baik dengan berusaha secara jujur, ataupun
dengan mengorbankan dan menyikut hak-hak orang lain. Dengan demikian, di
sinilah ruh daya akal memegang peran utamanya. Dengan ruh daya akal, maka ia
akan mengetahui bahwa ia harus berusaha dengan cara yang baik, secara jujur dan
tanpa mengorbankan hak orang lain.
Kisruhnya Politik di Papua.
Menilik
perjalanan perpolitikan di Papua hingga saat ini, penulis merasakannya sungguh
alot dan sulit. Hampir 60 tahun Indonesia merdeka, sekalipun Papua sudah
memiliki banyak kemajuan, namun sepertinya masih sangat dirasa kurang.
Seharusnya, Papua sudah mampu berkembang jauh lebih maju dari kondisi sekarang.
Setidaknya, dalam perkembangannya sudah seharusnya Papua tidak kalah maju dari
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan pulau-pulau lainnya, karena Papua juga
sama-sama merupakan bagian dari Indonesia sejak dahulu kala. Namun, mengapa
hingga saat ini Papua masih belum mampu semaju itu ??? Apa dan siapa yang salah
selama ini ???
Mungkin
saja, hal ini salah satunya disebabkan oleh kisruhnya perpolitikan di Papua
hingga saat ini. Bukankah Papua sudah diberikan hak yang sama sebagaimana
dengan bagian-bagian Indonesia lainnya ??? Lebih dari itu, bukankah Papua bahkan
sudah jauh dilebihkan perhatiannya dibanding dengan bagian Indonesia lainnya ?
Bukankah Papua sudah diprioritaskan dengan adanya Otsus Plus selama ini ?
Dengan adanya UP4B (Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat) sejauh
ini ? Namun, mengapa Papua belum mampu jauh lebih maju lagi ???
Pada
dasarnya, bila ditanya siapa yang salah, tentu saja semua unsur bisa dikatakan
bersalah, mulai dari pimpinan tertinggi di pusat, hingga orang terendah kesejahteraannya
yang ada di tanah Papua. Namun dalam hal ini, para pimpinan dan elit politiklah
yang mempunyai peranan penting atas lambannya perkembangan Papua selama ini.
Hal ini, setidaknya karena melalui merekalah kebijakan-kebijakan dan pengawasan
hingga pelaksanaannya dilakukan.
Bila
dilihat secara kasat mata selama ini, bisa jadi dan bisa dikata bahwa kesalahan
terbesar lambannya perkembangan Papua tersebut, tertumpu kepada Pemerintahan
Daerah Papua dan jajarannya. Berbagai program dan kebijakan telah disetujui dan
diberikan oleh pusat, yang mana dalam hal ini contoh yang sangat jelas adalah
dengan adanya Otsus dan UP4B sejauh ini. Kebijakan tersebut sudah diberikan,
namun sepertinya dalam proses pelaksanaannya yang menjadi sumber
permasalahannya. Pemerintahan Daerah Papua belum mampu melaksanakan sepenuhnya
kebijakan tersebut. Dukungan dan dana sudah digelontorkan dari Pusat, namun
karena kinerjanya yang kurang sehingga sangat sedikit hasil yang didapatkan.
Meninjau
kembali apa yang penulis sampaikan di awal sebagai pengantar tujuan penulisan
kali ini, bisa saja hal ini terjadi karena potensi kesalahan yang bisa saja
terjadi pada para pimpinan di Papua dan para elit politiknya. Sudah dibahas
bahwa, manusia dengan memiliki ruh daya perasaan (daya hewani), maka bisa saja
tanpa dengan adanya perasaan yang menimbulkan motivasi, ingin memiliki kekayaan
dan jabatan, tanpa peduli dengan kemelaratan rakyatnya. Bisa saja mereka memainkan
perannya dalam perpolitikannya. Mereka memutar-mutar isu di Papua demi
kepentingan mereka, demi menciptakan kondisi-kondisi yang menguntungkan mereka.
Dukungan dan dana sudah tergelontorkan dari pusat selama ini, namun kemanakah
semua itu terwujud ?
Bukan
penulis ingin berburuk sangka terhadap para pimpinan, namun hal itu hanyalah
sebagai analisa yang bisa saja terjadi. Misalnya, akhir-akhir ini ramai
diberitakan mengenai ditolaknya draft RUU Otsus Plus untuk masuk pembahasan
Prolegnas tahun 2015 ini. Entah mereka mengajukan Otsus Plus tsb memang benar
untuk rakyatnya, atau justru memanfaatkan alasan untuk rakyat padahal untuk
kepentingan jabatan dan kekayaannya ? Entahlah, hanya Tuhan dirinya yang tahu.
Semoga
saja, kita semua diberikan yang terbaik dari Tuhan YME, dan tidak mudah
termakan oleh kisruhnya perpolitikan para kaum elit di pemerinaahan Papua ini.
Terlebih, ketika mereka berusaha menggunakan kesempatan dalam kesempitan,
menyerukan ide yang tidak bijaksana referendum Papua untuk kepentingan perpolitikan
mereka.
0 komentar:
Posting Komentar