Rabu, 18 Februari 2015

Peluru OPM Kembali Tembus Warga Sipil Papua




Entah sedang menjadi trend atau tidak, dalam beberapa waktu terakhir, OPM faksi militer/Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) selalu menyerang warga sipil Papua. Setelah beberapa bulan lalu kelompok KKB pimpinan Puron Wenda yang bermarkars di Pilia, Lanny Jaya menyerang para pekerja proyek pembangunan jalan di Lanny Jaya dan mencederai 2 orang, beberapa hari lalu giliran warga Papua di Yapen yang jadi sasaran.

Peristiwa tersebut diawali minggu lalu, Rabu (11/2/2015) ketika Sony Fairumbab (30) bersama Yosias Sineri sekitar pukul 23.00 WIT menuju Saubeba untuk berburu dengan menggunakan sepeda motor. Dalam perjalanan Yosias Sineri mendengar suara tembakan. Ketakutan, ia mempercepat laju kendaraannya. Namun, tiba-tiba Sony Fairumbab terjatuh dari sepeda motor. Tidak sadar Sonny terjatuh, Yosias tetap melaju dengan sepeda motornya dan memberitahukan peristiwa tersebut kepada keluarga. Tetapi karena kejadian sudah larut malam, keluarga pun tidak berani keluar rumah hingga akhirnya jasad Sony Fairumbab ditemukan keesokan harinya di sekitar kilometer 6 -7 arah Saubeba, Kampung Kontinai, Distrik Angkaisera, Kabupaten Kepulauan Yapen. Kabid Humas Polda Papua, Kombes Polisi Patrige menyebutkan pelaku penembak Sonny Fairumbab merupakan kelompok kriminal bersenjata (KKB) pimpinan Maikel Merani. Korban tewas karena kehabisan darah setelah tertembak pada lutut kanannya.


Siapakah KKB Pimpinan Maikel Merani

Di daerah kepulauan Yapen sendiri, tidak hanya kelompok Maikel Merani yang aktif, ada beberapa kelompok lain yang aktif. Tercatat ada 3 kelompok faksi militer OPM yang aktif, ada Kelompok Maikel Merani yang sering beraksi di sekitar pantai utara, Kelompok Fernando Warobay di Yapen Barat dan Kelompok Erik Manitori di daerah Wadapi.

Kelompok KKB pimpinan Maikel Merani sendiri merupakan kelompok yang dulunya dipimpin oleh Rudy Orerai, yang mengaku sebagai “Pangdam” OPM II Wilayah Saireri, Kepulauan Yapen. Rudi Orerai tewas dalam baku tembak dengan rombongan aparat keamanan di Kampung Kainui, Distri Ankaisera, Kepulauan Yapen Juni tahun lalu. Baku tembak antara aparat keamanan dengan kelompok Rudy Orarei ini diawali ketika terjadi pembunuhan atas nama Erens Aninam oleh Elias Aninam yang diduga karena miras. Terkait pembunuhan tersebut, Polres Kepulauan Yapen berencana untuk melakukan olah TKP (Tempat Kejadian Perkara) untuk melakukan penyelidikan. Tetapi Anggota Polres Yapen mendapatkan telephone dari Rudy Orarei, ia melarang anggota Polres untuk datang ke Kampung Kainui. Walaupun sudah dilarang, anggota Polres tetap berangkat ke Kampung Kainui untuk keperluan olah TKP.

Setelah melakukan olah TKP, dalam perjalanan kembali dari Kampung Kainui, rombongan Polres Yapen dihadang oleh Rudy Orerai dan kelompoknya sehingga terjadilah baku tembak yang menewaskan Rudy Orarei. Setelah tewasnya Rudy Orerai ini aparat keamanan melakukan penggeledahan di rumah Rudy dan mengamankan Senpi V5 Sabhara dengan 5 magazine, 275 butir peluru, 2 senjata rakitan, handpone 3 buah, kampak, GPS, motor jupiter dan sejumlah barang bukti lainya. Setelah tewasnya Rudy, kelompok ini mengalami perpecahan, pimpinan kelompok ini pun kemudian diambil alih oleh Maikel Merani. Dikarenakan pengejaran oleh aparat keamanan, kelompok ini mendirikan markasnya di daerah Gunung Kiriyow, Yapen.

Maikel Merani sendiri sudah dimasukan dalam DPO Polres Kepulauan Yapen sejak 6 September 2014 bersama 8 orang lainnya yaitu Yehuda Kabaah, Yanto Wandare, Epi Yawandaer, Hengky Wayoi, Nani Bonay, Fernando Warobay, Noki Orarei dan Yulise Merani alias Cengkeh. Maikel Merani dan Noki Orarei merupakan bekas anggota kelompok Rudy Orarei yang kemudian membentuk kelompok sendiri setelah tewasnya Rudy Orarei, aparat keamanan memfokuskan pengejaran terhadap 2 orang ini. Tanggal 6 Oktober 2014 lalu, pihak aparat keamanan pun memberikan ultimatum kepada kedua DPO ini agar menyerahkan diri, tetapi tidak diindahkan. Sampai akhirnya aparat kemanan melakukan penyerangan di markas kelompok Maikel Merani pada 11 Oktober 2014.

Sabtu 11 Oktober 2014, tim gabungan dari Polres Yapen dan bantuan dari pasukan TNI melakukan penyergapan di markas salah satu kelompok dari faksi militer Organisasi Papua Merdeka (OPM) dengan pimpinan pimpinan Maikel Merani di wilayah pantai utara Papua, tepatnya di Distrik Angkaisera, Kabupaten Kepulauan Yapen. Sempat terjadi baku tembak selama 20 menit dalam penggrebekan tersebut, kemudian anggota kelompok Maikel Merani melarikan diri ke hutan. Dalam penggrebekan tersebut, aparat keamanan berhasil menyita 20 amunisi mouser, lima pucuk senjata api rakitan, satu motor Yamaha V-Ixion, dan baju seragam loreng.


Terjepit dan Dalam Pelarian

Keadaan kelompok Maikel Merani saat ini terjepit karena pengejaran besar-besaran oleh aparat keamanan dan disitanya berbagai persenjataan mereka. Dalam persembunyian, kemungkinan sumber ekonomi kelompok ini adalah dengan cara merongrong masyarakat dan pemerintah daerah setempat. Penembakan terhadap Sonny kemungkinan besar adalah “bahasa” yang digunakan kelompok ini agar pemerintah dan masyarakat setempat membantu logistic kelompok ini ketika dalam pelarian.

Cara merongrong pemerintah daerah setempat dan masyarakatnya untuk kebutuhan ekonomi kelompok-kelompok KKB memang lazim terjadi. Bupati Lanny Jaya, Befa Jigibalom mengatakan bahwa ia pernah memberikan kepada kelompok Puron Wenda sekitar 20-30 juta untuk uang “keamanan”. Terkait kelompok Maikel Merani, kelompok ini juga melakukan aksi pemerasan. Tidak seperti kelompok Puron Wenda yang koban pemerasannya adalah pemerintah daerah, kelompok Maikel Merani melakukan pemerasan terhadap penduduk setempat.

Ada pergeseran ideologi di tubuh kelompok-kelompok OPM faksi militer saat ini. Pada masa awal berdirinya, kelompok ini bisa dikatakan sebagai Freedom Fighter, dengan cita-cita memisahkan Papua dari Indonesia dengan menggunakan konfrontasi bersenjata. Saat ini, bagi kelompok-kelompok OPM faksi militer, slogan “Papua Merdeka” hanya digunakan sebagai mata pencaharian, masyarakat dan pemerintah daerah dijadikan layaknya ATM untuk mencairkan dana kebutuhan anggota kelompok, sedangkan senjata hanyalah alat bargaining untuk memuluskan dana tersebut. Tujuannya adalah dana dan kebutuhan ekonomi, tidak peduli moncong senjata diarahkan kepada siapa, entah itu aparat keamanan atau masyarakat asli Papua.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Blogger Themes | LunarPages Coupon Code